By. Satria hadi lubis
Sebelum Umar Mukhtar dihukum gantung oleh penjajah Italia, ia ditanya oleh jenderal pemimpin pasukan Italia, "Mengapa engkau berani-beraninya melawan kami? Sedangkan engkau dan pasukanmu hanya mempunyai persenjataan ala kadarnya, kalah canggih dengan persenjataan pasukan kami?"
Umar Mukhtar, sang ulama yang menjadi pemimpin perlawanan rakyat Libya tahun 1910 sd 1930-an itu hanya menjawab pendek, "Yang penting usaha"
Ya...Yang penting berusaha! Sedangkan hasilnya kita kembalikan kepada Allah, Sang Pemilik Masa Depan. Sebab orang yang sudah berusaha maksimal tapi gagal, maka di sisi Allah tetap dimasukkan sebagai orang yang sukses, bukan gagal. Allah berfirman, “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal pada-Nya” (Qs. 3 ayat 159).
Mata manusia yang picik saja yang menganggap kegagalan sesudah berusaha sebagai kegagalan, padahal bukan!
Itulah sebabnya para Nabi tetap dipuji Allah sebagai Nabi (orang yang paling sukses di dunia) dan tidak diturunkan pangkatnya menjadi manusia biasa, walau mereka gagal menjalankan misinya, yakni membawa kembali kaumnya untuk menyembah Allah swt. Sebab yang penting mereka, para Nabi itu telah berusaha. Hanya Nabi Muhammad saw yang berhasil membawa kaumnya kembali kepada Allah swt (Qs. 110 ayat 1-3).
Oleh sebab itu, yang penting terus berusaha dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran sejati (Islam). “Sesungguhnya kemenangan (tamkin) bagi kaum mukminin,” tulis Ali Muhammad Ash Shalabi dalam Fiqhun Nashr wat Tamkin, “Memiliki berbagai macam wujud dan gambaran.” Maka dalam buku yang menjadi masterpiece itu ia memasukkan penyampaian risalah dan penunaian amanah sebagai salah satu bentuk kemenangan; meskipun sang da'i syahid atau komunitas muslim dihancurkan karena mempertahankan iman dan menyebarkan dakwah. Malazamul haq fi qulubina… selama kebenaran masih bersemayam di hati kita, itulah kemenangan. Selama tetap berada di posisi berpegang teguh sambil terus berusaha itulah kemenangan dan kesuksesan.
Jamaah dakwah, apapun bentuknya; harakah, ormas, LSM ataupun partai Islam, dengan demikian perlu menyadari bahwa jalan dakwah tidaklah mudah dan tidak selalu berakhir dengan diraihnya kemenangan pada zaman atau generasinya. Namun selama hati ikhlas menempuh jalan-Nya, terus berjuang di atas manhaj-Nya dan berkomitmen dengan syariat-Nya, tak peduli apapun yang terjadi; sesungguhnya ia berada dalam kemenangan.
“Jalan dakwah tidak ditaburi bunga-bunga yang harum baunya,” nasehat Mustafa Masyhur dalam Fiqh Dakwah, “Tetapi merupakan jalan sukar dan panjang. Sebab antara yang haq dan yang bathil ada pertentangan nyata. Dakwah memerlukan kesabaran dan ketekunan memikul beban berat. Dakwah memerlukan kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Yang diperlukan adalah usaha dan kerja yang terus menerus dan hasilnya terserah kepada Allah, sesuai dengan waktu yang dikehendaki-Nya.”
Menyadari hakikat kemenangan dan tuntutannya, para da'i dan pejuang Islam takkan terjebak pada sikap isti’jal (tergesa-gesa). Tidak sabar dengan jalan dakwah yang panjang, lalu memutuskan untuk keluar dari barisan dengan membuat sempalan baru karena ingin segera menang dan cepat berkuasa, bahkan menjadi pemimpin lima besar dunia.
Ketahuilah.... jalan dakwah itu luhur dan pasti maka tak mungkin para pejuang dakwah mengambil jalan pragmatis dengan tak sabar, lalu melakukan kudeta, membunuh penguasa muslim, atau bahkan melancarkan aksi-aksi terorisme dan radikal seperti yang dituduhkan kaum Islamophobia.
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak)" (Qs. Al-Fath : 1-3).