Kamis, 11 Juni 2015

Konsultasi : Tanggung Jawab Lelaki yang Menzinahi



Assalamu'alaikum Wr Wb
Pa ustaz.... teman saya seorang janda beranak 2  yang sudah bercerai dengan suaminya dan pernah berpacaran dengan laki-laki duda beranak 2, sampai terlanjur dalam, namun saat suami teman saya resmi secara kenegaraan menceraikannya. laki-laki yang dipacarinya itu malah menikah dengan wanita lain, Teman saya menuntut laki-laki itu untuk menikahinya sebagai rasa tanggung jawabnya, tetapi laki-laki itu menolaknya  dan mengatakan kalau  dirinya sudah bertaubat dengan menikahi wanita pilihannya. Dan tidak dapat mencintai teman saya itu lagi. Pertanyaanya :
1. Apakah teman saya salah meminta tanggung jawab kepada laki-laki tersebut ?
2. Benarkah taubat yang dilakukan laki-;laki tersebut ?
3. Bagaimana masa depan teman saya itu dengan 2 anaknya, ?
4. Bagaimana caranya agar laki-laki tersebut mau menikahi teman saya dan bertanggung jawab?
 Terima kasih pa ustaz....
Wassalamu'alaikum Wr Wb

Wa’alaikum salam wr. wb.
Saudaraku Suparti yang dirahmati Allah SWT, saya turut prihatin dengan peristiwa yang dialami teman Anda. Sekali lagi kasus teman Anda menunjukkan kepada kita semua bahwa ajaran Islam yang melarang kita berzina adalah benar demi kemaslahatan manusia. 

Menurut saya, agak sulit bagi teman Anda untuk meminta pertanggungjawaban lelaki yang telah menzinahinya karena zina sendiri hakekatnya merupakan perbuatan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ketika teman Anda bersedia untuk berzina, maka seharusnya ia sudah tahu konsekuensinya bahwa di kemudian hari bisa saja si lelaki mengingkari janji-janjinya. Apalagi jika tidak ada bukti tertulis di atas materai bahwa si lelaki akan menikahinya, maka menuntut pertanggung jawaban si lelaki menjadi lemah di mata hukum. Perbuatan zina atas dasar suka sama suka setahu saya tidak bisa dijadikan delik aduan dalam aturan hukum positif di Indonesia. Kecuali jika ada bukti dan saksi bahwa teman Anda dipaksa/diperkosa oleh si lelaki tersebut.

Mengenai tobat si lelaki tersebut apakah benar atau tidak, yang tahu hanyalah dirinya dan Allah SWT saja. Bisa saja dalih bertobat adalah alibi si lelaki untuk menghindar dari tuntutan teman Anda. Namun yang jelas, benar atau tidaknya tobat si lelaki tersebut agak sulit bagi teman Anda untuk meminta pertanggung jawaban secara hukum jika perzinahan dilakukan suka sama suka. 

Yang dapat dilakukan teman Anda adalah menuntut pertanggung jawaban secara moral. Jika si lelaki tersebut menolak seperti yang dilakukannya saat ini dengan berdalih sudah tobat dan tidak mencintai teman Anda lagi, maka teman Anda bisa melakukan langkah selanjutnya yakni meminta tolong teman, orang tua atau orang-orang yang disegani si lelaki tersebut untuk menyadarkan si lelaki tersebut. Ceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada orang-orang yang bisa membantu teman Anda. Tidak usah malu untuk menceritakan kepada mereka yang bisa membantu. Sekaligus hal ini mungkin bisa menjadi sangsi sosial bagi si lelaki, sehingga ia malu dan sadar akan perbuatannya.

Namun jika si lelaki tersebut tetap bersikeras tidak mau menikahi teman Anda, maka relakan saja kepergiannya. Ambil hikmah dari kejadian tersebut, diantaranya : jangan mudah percaya dengan janji-janji lelaki jika ujung-ujungnya meminta berzina. Hikmah kedua yang dapat dipetik adalah jika teman Anda memaksa si lelaki itu untuk menikahinya padahal ia tidak lagi mencintai teman Anda, maka bisa jadi pernikahan yang terjadi adalah pernikahan kamuflase karena tidak didasari oleh ketulusan cinta. Suasana rumah tangga akan rentan dengan konflik dan perselisihan. Hal ini tentu tidak baik bagi pernikahan teman Anda. 

Demikian jawaban saya, semoga berkenan. 

Salam Berkah!

(Satria Hadi Lubis)
Mentor Kehidupan

Sangka Baik : Awal Terbentuknya Keluarga Bahagia


Apa yang dilakukan isteri ketika suami pulang terlambat? Apakah isteri akan menyambutnya dengan senyum dan siap melayani atau bertanya dengan nada selidik dan curiga? Jawaban atas pertanyaan ini merupakan tes sederharna apakah suasana saling percaya ada di dalam rumah tangga atau tidak. Jika isteri tersenyum dan melayani lebih dahulu sampai suami sendiri menjelaskan kenapa ia pulang terlambat, maka berarti sang isteri menempatkan sangka baik dan kepercayaan dalam hubungan dengan suaminya. Tapi jika sebaliknya, sering bertanya dengan nada curiga, merupakan indikasi sang isteri kurang percaya kepada suaminya.


Perintah selalu bersangka baik adalah perintah yang turun langsung dari Allah SWT. "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang".QS. al-Hujurat (49) : 12. Dalam ayat di atas, Allah mengharamkan kita untuk bersangka buruk (su’uzhon) kepada orang lain. Jika kepada orang lain yang mungkin tidak begitu dekat hubungannya dengan kita Allah swt melarang bersangka buruk, apalagi terhadap orang yang serumah dan seranjang dengan kita, yakni suami atau isteri kita. Namun realita saat ini menunjukkan sebaliknya, hubungan suami isteri menjadi tidak sehat karena ada ketidakpercayaan satu sama lain. Studi menarik yang dilakukan jurnal CyberPsychology menunjukan ada 28 juta pasangan bercerai hanya gara-gara menunda jawaban ketika pasangan mengirim pesan via whatsapp dan facebook. “Kenapa tidak dijawab sih pesan saya? Kamu lagi ngapain?” ini pertanyaan yang sering diajukan suami atau isteri ketika pasangannya tidak langsung menjawab. Ada gejala ketidakpercayaan yang berkelindan menjadi kecurigaan, sehingga menjadi pemicu pertengkaran antar suami isteri. Sebagian mereka karena tidak mampu memulihkan kepercayaan akhirnya berujung pada perceraian.

Lalu bagaimana agar suami isteri terbiasa bersangka baik dan saling percaya? Ada beberapa hal yang perlu dilakukan :

1.    1. Jangan berbohong kepada pasangan
Biasanya ketidakpercayaan antar suami isteri berawal dari perasaan pernah dibohongi. Mungkin suami atau isteri kurang terbuka dengan pasangan, sehingga ketika ada kejadian yang tidak dimengerti pasangan ia merasa dibohongi. Atau mungkin salah satu pihak pernah melanggar janji, sehingga pihak yang lain merasa dibohongi. Oleh sebab itu, terbukalah kepada pasangan dan jika berjanji maka tepatilah, sehingga pasangan makin percaya kepada kita. Ada sebagian kecil suami yang menjadikan tindakan Rasulullah saw yang pernah berbohong kepada isterinya, Aisyah ra, tentang rasa makanan sebagai dalih untuk berbohong kepada isterinya dalam pengertian yang luas, termasuk untuk menikah lagi tanpa diketahui isterinya. Dalih semacam ini tentu sangat tidak tepat. Seakan-akan Rasulullah saw mengajarkan kita berbohong kepada isteri. Padahal yang diperbolehkan hanya berbohong tentang rasa makanan agar menyenangkan hati isteri. Atau kalau mau diperluas berbohong tentang pakaian atau hal-hal kecil lainnya yang dilakukan isteri agar menyenangkannya. Bukan berbohong dalam hal-hal yang menyakiti hati pasangan.

2.      2. Cari seribu satu alasan untuk bersangka baik
Dalam kisah haditsul ifki (berita bohong), dimana Aisyah ra diisukan selingkuh dengan Shafwan bin Mu’aththal ra maka sikap Rasulullah saw justru tetap percaya kepada Aisyah ra walau berita itu sudah tersebar ke seluruh seantero Madinah. Bahkan Rasulullah saw bertanya pun tidak kepada Aisyah untuk mengecek apakah berita  tersebut benar atau tidak. Sampai akhirnya Allah yang menjawab tuduhan bohong tersebut : “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga. Janganlah kamu kira berita bohong itu buruk bagimu bahkan ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan dan siapa diantara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar”. (QS. An-Nuur [24]: 11). Begitulah Nabi kita sangat percaya dengan isterinya. Begitulah mestinya kita sebagai pengikut Nabi Muhammad saw, mestinya mencari seribu satu alasan untuk tetap percaya dan selalu bersangka baik kepada pasangan.

3.      3. Lebih banyak memberikan “setoran” daripada “penarikan”
Agar selalu tumbuh sangka baik dari pasangan maka suami atau isteri perlu lebih banyak memberikan “setoran” daripada “penanrikan”. Yang dimaksud “setoran” adalah banyak memberikan kebaikan-kebaikan kepada pasangan, seperti tersenyum, berkata lembut, menolong, menepati janji, dan lain-lain, sehingga membuat pasangan kita simpati kepada kita. Sedang yang dimaksud “penarikan” adalah perbuatan yang bersifat mengecewakan, sehingga menimbulkan antipasti dari pasangan. Misalnya, berbohong, berkata kasar, egois, melanggar janji, dan lain-lain. Jika kita lebih banyak melakukan “setoran” daripada “penarikan” maka sangka baik akan lebih mudah tumbuh daripada kalau kita lebih banyak melakukan “penarikan”.

Oleh sebab itu, mari kita budayakan sangka baik dan saling percaya kepada pasangan. Mulai dari yang kecil, misalnya tidak suka memeriksa handphone pasangan. Di sisi lain, handphone juga tidak usah di-password agar tidak mengundang kecurigaan pasangan. Jika pun kita curiga pada pasangan maka harus didahului dengan bukti-bukti yang kuat (data dan fakta ada). Bukan hanya berdasarkan opini semata tanpa bukti yang kuat sehingga tidak menyesal kelak karena menuduh tanpa bukti. Allah swt mengingatkan kita agar tabayyun (check and recheck) terhadap informasi (negatif) yang belum jelas. Apalagi jika informasi itu tentang pasangan kita. Tentu kita harus lebih hati-hati lagi.
 “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurot[49]:6).


Senin, 08 Juni 2015

KELUARGA YANG SIBUK DENGAN TAUHID

Keluarga bahagia adalah keluarga yang sibuknya menyelesaikan masalah besar, bukan sebaliknya. Masalah besar adalah tegak atau tidaknya tauhid di dalam rumah tangga. Tegak atau tidaknya hukum Allah di dalam keluarga, sehingga sebagian besar waktu aktivitas anggota keluarga dicurahkan untuk dakwah dan ibadah, bukan untuk yang lainnya. Itulah keluarga bahagia Nabi saw. Bahkan beliau saw, walau rumahnya kecil dan sederhana, dengan bangga berkata, "baiti janatii" (rumahku surgaku). Sebaliknya saat ini, banyak keluarga yang justru sibuknya dengan masalah kecil. Mereka bahkan mudah bercerai hanya gara-gara masalah kecil yang tak ada hubungannya dengan tauhid. Misalnya, bercerai karena masalah ekonomi, karakter, cara komunikasi, nafkah lahiriah, dan lain-lain, yang kecil-kecil. Padahal syariat Islam mempermudah pernikahan dan mempersulit perceraian. Amirul Mukminin Umar bin Khatab ra pernah marah kepada sahabatnya yg minta cerai hanya gara-gara tidak lagi mencintai pasangannya. Karena bagi Umar itu masalah kecil. Yang besar itu masalah TAUHID.

Ketika Rasulullah saw pulang dan di rumahnya tidak ada makanan, beliau dgn mudah memaafkan istrinya. Karena bagi Rasulullah yang besar itu masalah TAUHID. Ketika Rasulullah saw pulang malam dan tidak dibukakan pintu setelah memberi salam tiga kali dengan ringan beliau tidur di halaman rumahnya. Rasulullah saw tidak marah karena bagi beliau itu masalah kecil. Yang besar bagi beliau dalam rumah tangga itu masalah TAUHID. Ketika nabi Yaqub as sakaratul maut, yang dikuatirkan untuk anak-anaknya bukan masalah materi, tapi masalah tauhid. “Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya” (Qs. 2 : 133). Karena bagi Yaqub as yang besar itu masalah TAUHID.
Ciri lainnya dari keluarga yang sibuk dengan masalah kecil adalah mereka lebih sibuk mencari uang atau aktualisasi keduniaan lainnya daripada aktivitas dakwah dan ibadah. Sedih dan bahagianya keluarga bukan karena tegak atau tidaknya tauhid, tapi karena yang lainnya. Pikiran, waktu, tenaga, dan perasaan anggota keluarga habis tercurah untuk berbagai pernik dunia. Momen-momen bahagia menurut keluarga tersebut adalah momen rekreasi dan berbangga dengan materi serta status sosial. Bukan momen ibadah dan dakwah yang mereka lakukan.

Pada saat ini kita melihat bahwa tingkat perceraian meningkat dimana-mana. Sebagai contoh, di depok pada tahun 2014 terjadi 2900 lebih perceraian. Berarti dalam sebulan terjadi sekitar 241 perceraian. Dan dalam sehari berarti terjadi kurang lebih 8 kali perceraian! Sebagian besar perceraian di jaman sekarang ini disebabkan masalah-masalah kecil yang tidak ada hubungannya dengan Tauhid. Sebaiknya bukan karena masalah kecil seorang muslim bercerai atau bertengkar dengan pasangannya. Selain menunjukkan ketidakdewasaan emosi, tapi juga kesalahan prioritas yang membuang energi dan waktu. Islam adalah agama yang mempermudah perkawinan dan mempersulit perceraian. Bukan seperti yang kita lihat sekarang ini. Begitu mudah orang bercerai, tapi begitu sulit orang untuk menikah. Pantas jika keluarga-keluarga masa kini tidak berani mengklaim keluarganya sebagai "baiti jannati", tapi mungkin malah "baiti naarii " (keluargaku nerakaku). Alhasil, berkah menjadi jauh dan duka menjadi dekat.

Oleh sebab itu, mari kita menjadi suami dan isteri yang tahu skala prioritas. Tidak meributkan masalah kecil dalam rumah tangga kita. Bersedia bersabar atas kekurangan pasangan kita. Toleransi terhadap kesalahan yang tidak prinsip. Sebab no body perfect. Selain membuat rumah tangga kita langgeng karena kita tidak meributkan masalah-masalah kecil, tapi juga mengurangi beban mental kita. Tidak sedikit-sedikit stress atau sakit hati akibat melihat kekurangan pasangan kita. Sebab berumah tangga adalah kesabaran (yang berlipat ganda). Sebab kebahagiaan hanya didapat oleh orang yang mampu bersabar.

Selasa, 02 Juni 2015

Konsultasi : Ingin Kembali Kepada Suami



Sudah satu tahun ini saya dan suami hidup terpisah karena hal tertentu. Kami jalani hidup ini sebagai koreksi atas rumah tangga kami karena terlalu banyak permasalahan berawal dari tidak kesepahaman. Saat kami jauh kami jadi lebih pengertian jarang bertengkar, tapi pada akhirnya saya mengetahui suami mulai iseng (mengisi kekosongannya) sedikit mulai berpaling walau dia bilang hatinya hanya untuk saya.Dan akhir-akhir ini saya benar benar menyadari sayalah yang banyak bersalah karena tidak mempunyai ilmu dalam setiap menghadapi masalah. Setelah kami diskusikan (evaluasi) selama satu tahun ini dan saya menyatakan ingin berkumpul lagi dengan suami tapi suami belum bisa dengan alasan takut kalau tinggal serumah akan sering ribut seperti dahulu. tampaknya suami lebih menikmati hidup yang sekarang. Kami bertemu hanya 2 kali seminggu. Mohon saran bagaimana/apa yang harus saya perbuat, saya merasa terbuang manakala suami belum bisa menerima untuk berkumpul kembali.sedangkan saya benar-benar ingin berkumpul lagi dengan suami membina rumahtangga yang sakinah, semata-semata ingin mendapatkan kebahagaiaan yang abadi dari Allah SWT. Kami mempunyai anak 1 usia 3 tahun. mohon sarannya. terimakasih.

Saudara Uni yang disayang Allah SWT, semoga Anda tabah menghadapi cobaan dalam rumah tangga Anda karena berpisah dan jarang bertemu dengan suami tercinta (hanya 2 kali seminggu).
Idealnya memang sebuah keluarga tinggal serumah dan selalu intens bertemu. Itulah sebabnya Islam mengajarkan kepada kita, apabila suami isteri bertengkar (bahkan dalam proses perceraian) maka kedua belah pihak harus tetap tinggal serumah dan tidak boleh satu satu pihak mengusir atau pisah rumah sebelum bercerai. Mungkin salah satu hikmahnya adalah agar suami isteri mau tak mau terpacu untuk menyelesaikan masalahnya  secara lebih cepat dan dewasa karena terus menerus bertemu dalam satu rumah.    
Namun karena Anda dengan suami sudah terlanjur bersepakat untuk pisah rumah, maka sekarang sebaiknya memikirkan cara agar bisa hidup serumah lagi. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah :
1.       Yakinkan suami bahwa pisah rumah seperti yang dilakukan sekarang ini tidak sehat untuk hubungan suami isteri. Selain tidak Islami, juga lebih mempermudah syetan untuk menggoda salah satu pihak ‘bermain hati’ dengan wanita/pria lain (ingat salah satu pekerjaan syetan menurut Al Qur’an adalah menceraikan pasangan suami isteri).
2.       Yakinkan kepada suami bahwa Anda telah berubah dan mau berjanji untuk tidak mengulangi  kesalahan di masa lalu. Bahkan kalau perlu buat kesepakatan tertulis apa yang tidak akan Anda ulangi dan apa yang tidak akan diulangi oleh suami Anda agar Anda berdua tidak lagi terus menerus bertengkar. Kalau pun setelah membuat kesepakatan ternyata masih bertengkar juga, yakinkan suami bahwa solusinya bukan dengan cara pisah rumah. Solusi pisah rumah menunjukkan ketidakdewasaan kedua belah pihak dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga (karena menghindar, bukannya duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi).
3.       Jika setelah diyakinkan ternyata suami tetap mengelak untuk tinggal lagi serumah, libatkan pihak ketiga untuk menyelasaikan permasalahan ini. Pilih pihak ketiga yang disegani oleh suami Anda. Apakah itu orang tuanya, orang tua Anda, sahabatnya, ustadz atau guru ngajinya, dan lain-lain. Pilih pihak ketiga yang bisa berlaku adil dan memberi solusi agar Anda beserta suami bisa bersatu lagi dalam satu rumah.
4.       Jika ketiga saran di atas telah dilakukan dan suami tetap bersikeras untuk tidak serumah lagi, maka tahulah Anda bahwa suami Anda memang tidak serius untuk meneruskan hubungan suami isteri dengan Anda. Saran saya, ultimatum dia untuk memilih dua pilihan : bersatu lagi atau menceraikan Anda segera. Tidak baik membiarkan hubungan Anda dengan suami tetap mengambang tanpa kepastian seperti sekarang ini.
Demikian saran saya. Semoga bermanfaat dan semoga Allah SWT menyatukan kembali rumah tangga Anda dalam suasana yang sakinah, mawaddah war rohmah. Amiiin.

Konsultasi : Suka dengan Wanita Lain



Assalamu'alaikum Wr.Wb
Pak Hadi yang kami hormati, saya pria usia 35 tahun yang sudah berkeluarga dan sudah dikaruniai 3 orang anak.Saya bekerja pada instansi pemerintah di suatu Kota di Jawa Tengah dengan lingkungan kerja yang cukup nyaman dan kondusif.
Dan saya punya teman sekerja perempuan yang statusnya sudah berkeluarga yang bagi saya kehadiran dia itu cukup memberikan spirit dalam menuntaskan segala macam pekerjaan di kantor.Sehingga, karena sudah merasa dekat dan sudah saling curhat, saya timbul perasaan senang sama dia tapi saya belum pernah melakukan hal-hal yang negatif sama dia karena saya selalu teringat bahwa anak selalu menunggu di rumah.
Kami sudah sekantor dengannya selama 8 tahun, dan karena ada mutasi jabatan maka dia kini telah dipindah pada lain instansi lain.
Yang menjadi masalah saya, semenjak kepindahan dia kini hati saya merasa tersiksa ingin sekali dia itu hadir di sisi saya dalam setiap waktu (padahal itu tak mungkin) bahkan saya pernah terbersit ingin sekali menikahi dia karena dalam pandangan saya dia itu sangat sempurna hatinya sehingga bisa mengalahkan kelebihan isteri saya sendiri.Sehingga setiap malam saya hanya bisa berkhayal dan berkhayal terus tentang dia bahkan ketika saya melakukan hubungan dengan isteripun selalu teringat dia.
Bagaimanakah yang harus saya lakukan?
Terima kasih

Wassalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku yang dicintai Allah SWT, memang sulit melupakan kenangan manis di masa lalu. Apalagi hal itu terkait dengan wanita, yang memang sudah ditakdirkan Allah SWT untuk menjadi penggoda pria (begitu pun sebaliknya). “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia kecintaan terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dan bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik” (QS. 3 : 14). Namun bagaimanapun hidup harus terus berjalan. Anda mau tidak mau harus melupakan wanita tersebut. Hal itu karena tidak sehat untuk perkembangan kepribadian Anda dan tidak sehat juga untuk hubungan Anda dengan isteri. Apalagi jika ditinjau dari agama Islam, maka hal tersebut termasuk dosa karena telah melakukan zina hati dengan memikirkan wanita yang bukan hak Anda.
Bagaimana cara melupakannya? Pertama, yakini dengan keyakinan kuat bahwa Anda telah melakukan perbuatan dosa jika terus menerus mengingat wanita tersebut. Apalagi jika memiliki rencana untuk menghubunginya walau hanya sekedar ‘say hello’ untuk menghilangkan rasa kangen Anda. Yakini bahwa mengingat-ingat wanita tersebut telah merampas hak Allah untuk dingat-dingat oleh Anda (zikir kepada Allah menjadi rusak karena Anda lebih banyak berzikir untuk wanita tersebut). Yakini bahwa Allah adalah Zat yang Maha Pencemburu terhadap kemaksiatanyang dilakukan hambanya. Dia tidak rela hamba-Nya yang dikasihi-Nya menduakan Dia dengan selain Allah.
Kedua, coba bayangkan jika Anda menjadi isteri Anda dan mengetahui pasangan hidupnya ternyata lebih sibuk memikirkan wanita lain daripada isterinya sendiri. Bayangkan dan rasakan betapa sakitnya hati Anda jika Anda yang diperlakukan seperti itu oleh isteri Anda (isteri Anda lebih sibuk memikirkan pria lain daripada Anda sebagai suaminya). Lalu cobalah berempati dengan perasaan isteri Anda yang sampai sekarang –alhamdulillah-- tidak tahu bagaimana perasaan Anda yang sebenarnya. Mudah-mudahan dari rasa empati tersebut, Anda lebih cepat melupakan wanita tersebut.  Lagi pula buat apa mengingat-ingat wanita yang belum tentu sedang mengingat/memikirkan diri kita, bahkan mungkin ia sekarang sedang asyik mengingat laki-laki lain/suaminya.
Ketiga, untuk membantu mempercepat melupakan kebaikan wanita yang pernah memberikan kenangan manis kepada kita, maka caranya dengan mengingat-ingat kekurangan dan keburukannya. Bahkan kalau perlu didramatisir keburukannya, sehingga kita merasa malu kepada diri sendiri mengapa memikirkan wanita tersebut. Bukankah lebih baik mengingat-ingat kelebihan isteri kita sendiri yang telah kita ketahui secara pasti daripada mengingat-ingat kelebihan wanita lain yang belum pasti (bahkan mungkin palsu dan sengaja dibuat-buat untuk memikat/menggoda kita).
Keempat, berdoalah kepada Allah SWT secara terus menerus dan sungguh-sungguh agar Allah membalikkan hati Anda, sehingga Anda segera melupakannya. “Wahai Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas jalan Din-Mu”.
Demikian saran saya. Semoga dapat bermanfaat untuk bisa melupakan wanita masa lalu Anda dan semoga Allah memberikan kekuatan kepada Anda untuk lebih sibuk memikirkan dan melayani wanita masa depan Anda (isteri Anda).