Senin, 05 Juni 2023

DOA UNTUK KELUARGA KITA

 

Allahumma Ya Allah ya Rahmaan ya Rahiim...
Jadikanlah keluarga kami, keluarga sakinah mawaddah wa rohmah, rukun, damai, mesra, bahagia di dunia dan akhirat di dalam penjagaan-Mu..
Keluarga yang mencintai engkau ya Allah, yang mencintai Rasul Engkau ya Allah, yang mencintai Al Qur'an-Mu, yang mencintai sunnah Nabi-Mu, dan mencintai semua yang Engkau cintai dan membenci semua yang Engkau benci.
Ya Allah...
Selamatkanlah keluarga kami, anak cucu keturunan kami dari semua fitnah dunia, dari maksiat, dari kezholiman dan tipu daya syetan jin dan manusia...
Ya Robb kami, tunjukilah kami untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami dan kepada ibu-bapak kami dan supaya kami dapat berbuat amal shaleh yang Engkau ridhoi; berilah kebaikan kepada kami dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucu kami . Sesungguhnya kami bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang berserah diri” (Qs. Al Ahqaaf ayat 15).
Ya Allah...
Kami mohon kelak di akhirat agar Engkau meridhoi kami, merahmati kami, mengampuni kami semua, tidak satupun yang berpisah, semuanya ya Allah, semuanya ya Allah, semuanya ya Allah masuk Syurga-Mu...
Kami mohon ya Allah, selamatkan kami, jauhkan kami, keluarga kami dan semua orang-orang yang kami cintai dari murka-Mu dan dahsyatnya siksa api neraka-Mu.
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan kedua ibu-bapak kami dan sekalian orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)” (Qs. Ibrahim ayat 41).
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa” (Qs. Al Furqan ayat 74).
“Ya Allah... karuniakan kepada kami kelembutan isteri kami, kelembutan suami kami, kasih sayang dan ketulusannya. Himpunkan kami dalam rumah tangga yang paling baik, penuh kasih sayang dan kebahagiaan.
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon cinta-Mu, dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan cinta yang dapat menghantarkan kami kepada cinta-Mu” (H.R. Hakim).
Aamiin yaa robbal 'aalamin.
By. Satria hadi lubis

BOSAN HIDUP

 

Suatu hari seorang pengusaha bertanya kepada seorang ustadz.
"Ustadz...kenapa ya kok saya merasa bosen dengan hidup saya yang gini-gini terus, hambar, gak ada variasinya, gak ada nikmatnya. Bosen saya ustadz. Pengen bahagia tapi kok sulit ya?"
Sang ustadz pun menjawab :
"Owh...mungkin saat ini Allah juga lagi bosen sama abang."
"Allah bosen sama saya? Maksudnya gimana pak ustadz?" tanya si pengusaha kembali.
Ustadz menjelaskan :
"Mungkin Allah capek nyari abang gak pernah ketemu-ketemu. Dicari diantara ahli dhuha, abang gak ada. Dicari diantara ahli tahajud juga gak ada. Dicari diantara ahli puasa sunnah juga gak ada. Dicari diantara ahli sedekah juga gak keliatan. Dicari diantara ahli Qur'an, situ juga gak ada. Dicari diantara yang menuntut ilmu apalagi. Terus Allah mesti nyari abang kemana lagi untuk membuat abang bahagia..?"
Lalu...
menangislah si pengusaha tersebut sambil mengusap air mata nya, dia beristighfar.
Segeralah kembali kepada Allah, mendekatlah kepada Allah.
Hanya Allah satu-satunya yang bisa menenteramkan hidup kita, membuat hati bahagia.
Edited by. SHL

ADAB BERTEMU TEMAN LAMA

 By. Satria hadi lubis

JIKA kita bertemu teman lama, termasuk di acara halalbihalal dan reuni, maka perhatikanlah beberapa adab berikut :
1. Dianjurkan untuk menerapkan 3S (Senyum, Salam, dan Sapa) di awal bertemu dengan teman lama.
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu” (HR Tirmidzi).
2. Untuk teman yang lama tak berjumpa dan SESAMA JENIS sebaiknya bersalaman dengan hangat dan diperbolehkan berpelukan sambil cipika cipiki (al mua'naqoh).
Dari Asiyah ra berkata, “Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasulullah saw berada di rumahku. Lalu ia mengetuk pintu. Kemudian Rasulullah saw menarik bajunya dan memeluk serta mencium Zaid” (HR. Tirmidzi dan berkata: ini hadits hasan)
3. Untuk teman lama yang BERLAWANAN JENIS tidak diperbolehkan (haram) untuk bersalaman dengan berjabat tangan, apalagi berpelukan dan melakukan cipika cipiki seperti yang dilakukan sebagian artis. Sebaiknya cukup hanya mengatupkan kedua tangan di dada sebagai tanda salam kita kepada lawan jenis.
"Sesungguhnya salah seorang diantara kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnya” (HR. Thabrani dan juga Baihaqi).
4. Sebaiknya yang dibicarakan ketika bertemu dengan teman lama adalah hal-hal umum yang bersifat positif dan membangkitkan semangat hidup. Bisa tentang masa lalu yang menggembirakan atau masa kini yang membahagiakan.
Jangan banyak berkeluh kesah, membuka aib dan menyampaikan hal-hal pesimis, sehingga pembicaraan menjadi kurang bermanfaat.
5. Jangan menanyakan hal-hal yang bagi sebagian orang membuat risih (tidak nyaman), misalnya bertanya tentang status pernikahan, punya anak atau tidak, kerja dimana, atau pertanyaan yang menyinggung SARA.
6. Jangan minder atau sombong ketika bertemu teman lama. Minder karena merasa belum sesukses teman lama atau sombong karena merasa lebih sukses. Persepsikan diri kita dan teman lama kita sebagai teman sederajat sebagaimana dahulu pernah bersama tanpa ada atribut pangkat dan kekayaan.
7. Sebaiknya memanggil teman lama dengan panggilan yang dulu kita lakukan kepadanya atau panggilan yang ia sukai. Memanggil dengan panggilan "bapak", "ibu" atau jabatannya sekarang kadang dapat mengganggu keakraban.
8. Jangan asyik berbicara berbisik-bisik antara dua orang tanpa melibatkan orang lain dalam topik pembicaraan.
"Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di antara mereka berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga (HR.Bukhari dan Muslim).
9. Tetaplah menjaga kesopanan dalam berbuat dan kesantunan dalam berbicara.
Jangan terjebak dengan suasana ephoria, sehingga lupa diri, misalnya berjoget seperti orang mabuk karena ada hiburan musik atau tertawa terbahak-bahak ketika ada yang lucu. Ingat kita bukan bocil lagi, sehingga seharusnya bisa bersikap lebih dewasa.
10. Tidak melanjutkan pertemuan bersama teman lama yang berlawanan jenis dengan KENCAN secara rahasia, baik secara offline atau online. Apalagi sampai melakukan CLBK yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga .
11. Yang perlu dipahami bahwa silaturahim dengan teman lama sebaiknya bernilai ibadah dan dakwah, tanpa menghilangkan keakraban atau terkesan menggurui teman lama kita.
Akhirnya, ingatlah selalu manfaat silaturahim, antara lain seperti yang disebutkan dalam hadits berikut :
"Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan ingin dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia bersilaturahim" (HR. Bukhari).

PANGGILAN KESAYANGAN KEPADA PASANGAN

By. Satria hadi lubis

DI MEDSOS pernah viral percakapan anak SD yang pacaran dan saling memanggil pasangannya dengan panggilan kesayangan "papa" dan "mama."
Secara naluri memang kita akan berusaha menyenangkan pasangan dengan panggilan kesayangan. Hal ini tentu hanya boleh dilakukan bagi pasangan suami isteri yang sah, bukan mereka yang belum menikah, apalagi untuk anak kecil bau kencur yang pacaran.
Rasulullah saw memanggil istri tercintanya, Aisyah ra, dengan panggilan "Humairo" (yang pipinya kemerah-merahan).
Dari Aisyah RA, ia berkata, “Orang-orang Habasyah masuk masjid dan menunjukkan atraksi permainan. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Wahai Humairo, apakah engkau mau melihat mereka?” Aisyah menjawab, “Iya.”
Maka Nabi SAW berdiri di depan pintu, lalu aku datang dan aku letakkan daguku pada pundak Rasulullah SAW dan aku tempelkan wajahku pada pipi beliau” (HR. Nasai).
Jadi merupakan sunnah Rasul bagi pasangan suami isteri untuk mempunyai nama kasayangan dan memanggil pasangannya dengan panggilan kesayangan tersebut.
Alangkah baiknya jika panggilan kesayangan itu disepakati dan sudah biasa diucapkan di awal pernikahan. Namun jika belum ada sampai menjadi pengantin lama, maka tak ada salahnya jika suami isteri menyepakati panggilan kesayangan untuk pasangannya masing-masing.
Manfaat dari memiliki panggilan kesayangan banyak sekali, diantaranya : menunjukkan penghargaan, menambah kasih sayang, menjadi ingatan yang berkesan, melembutkan hati, doa untuk pasangan serta menjadi pahala karena mencontoh sunnah Rasul saw.
Namun sebaiknya panggilan kesayangan kepada pasangan memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tidak merupakan panggilan yang pasaran.
Seyogyanya bukan memanggil pasangan dengan panggilan pasaran, seperti "sayang", "beb", "honey", "abi", "umi", dan semacamnya.
Rasulullah saw memanggil Aisyah ra isterinya dengan panggilan khas yang hanya beliau saja memanggil dengan panggilan tersebut, yaitu "Ya...Humairo".
Panggilan yang umum dan pasaran kurang berkesan untuk menanamkan perhatian khusus dan cinta mendalam terhadap pasangan.
2. Tidak lebay.
Jangan memanggil pasangan secara berlebihan. Misalnya, nama kesayangan isteri adalah "Bidadariku", atau nama kesayangan suami adalah "Surgaku."
Kuatir nanti kalau lagi kecewa dengan pasangan jadi terasa ganjil membayangkannya. "Bidadariku" bisa berubah jadi "Satpamku" dan "Surgaku" bisa berubah menjadi "Nerakaku."
3. Tidak berupa ejekan atau yang mencerminkan kekurangan pasangan.
Jangan memanggil pasangan dengan ejekan walau pasangan kita tidak marah. Misalnya, memanggil pasangan dengan "Ndut" singkatan dari gendut karena tubuhnya berbobot.
Walau pasangan tidak marah dan merasa lucu tapi hal ini bukan akhlaq Islami. Sebab Islam melarang kita memanggil orang lain dengan gelaran yang buruk.
Semoga dengan adanya nama kesayangan antar suami isteri yang khas, tidak lebay dan bukan merupakan ejekan menjadi awal dari hubungan yang lemah lembut antar suami isteri, sehingga meningkatkan cinta kasih di antara mereka.

KEINTIMAN DENGAN ALLAH

 Pada mulanya seorang mencari ALLAH, mendekat pada ALLAH, haus dan rindu mendengar suara ALLAH.

Sejalan dengan waktu, kehidupannya tambah makmur. ALLAH melimpahinya dengan apa yang menyenangkan hatinya.
Tetapi bersamaan dengan itu... rasa haus kepada ALLAH bergeser menjadi rasa haus akan berbagai karunia (pemberian) ALLAH, berupa materi dunia.
Akhirnya, ia kehilangan apa yang paling penting bagi dirinya. Yaitu KEINTIMAN kepada ALLAH itu sendiri.
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat..." (Qs. 2 ayat 186).
Kesibukannya dalam mencari berbagai karunia ALLAH justru membuatnya menjauh dari ALLAH.
Ia lupa bahwa tanpa "kunci" itu, yaitu keintiman dengan ALLAH, semua karunia dari ALLAH hanyalah debu...
Ketika ia kehilangan apa yang sejatinya paling berarti yaitu keintimannya dengan ALLAH, maka apa yang dianggapnya paling berarti, yaitu karunia ALLAH ternyata hanya DEBU ...
"Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan" (Qs. 25 ayat 23).
Edited by. Satria hadi lubis

PESAN UNTUK ANAKKU DI KALA TUAKU

 

Apakah kamu ingat, ketika kamu masih kecil? Aku selalu mendengarkan apapun yang kamu ceritakan tentang imajinasimu.
Ketika saatnya tiba dan aku hanya bisa terbaring sakit dan sakit, aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku...
Maaf...kalau aku tak sengaja mengompol atau membuat berantakan di sana sini...
Aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku selama beberapa saat terakhir dalam hidupku, aku mungkin, tidak akan bertahan lebih lama lagi...
Ketika waktu kematianku tiba, aku harap kamu memegang tanganku dan memberikanku kekuatan dengan menuntun tahlil untukku...
Semoga engkau selalu mendoakanku di dalam ketiadaanku. Sebab doamu sungguh berarti bagiku di alam kuburku. Bahkan bisa dikatakan merupakan satu-satunya balasan yang kuharapkan dengan membesarkanmu.
Ketika aku bertemu dengan Sang Kholiq... aku akan berbisik pada-Nya untuk selalu memberikan keberkahan kepadamu, karena kamu selalu mencintai ayah dan ibumu...
Terima kasih nak... atas segala perhatianmu.
By. Satria hadi lubis

RUH KELUARGA DAKWAH

 

By. Satria hadi lubis
RUH keluarga dakwah adalah keluarga yang sejak awal berkomitmen untuk menjadikan semua anggota keluarga menjadi pemimpin dalam kebaikan.
Ruh keluarga dakwah adalah keluarga yang sibuk dengan masalah besar (menegakkan nilai-nilai agama) dan tidak meributkan masalah kecil (masalah di luar agama, seperti kekurangan ekonomi, sifat yang berbeda, dan lain-lain). Pantang bubar hanya karena masalah kecil. Saling mengalah dan sabar menjadi keseharian kasih sayang mereka.
Ruh keluarga dakwah adalah keluarga yang selera serta perasaannya disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Tidak merasa ingin memiliki dan menguasai, serta tidak mendewakan subyektivitas cinta dan cemburu, kecuali seperti apa yang diperintahkan Allah SWT.
Ruh keluarga dakwah adalah keluarga yang senangnya adalah dakwah dan gelisahnya adalah jauh dari dakwah. Jihad jalan hidup mereka dan mati syahid di jalan Allah cita-cita tertinggi mereka.
Ruh keluarga dakwah adalah keluarga yang mengkader anak dan keturunannya agar menjadi pejuang tauhid. Bangganya bukan terletak pada kekayaan, ketenaran dan kepangkatan, tapi pada seberapa besar dan seberapa banyak anak dan keturunannya berkontribusi bagi umat dan bisa menyelamatkan anggota keluarganya masuk surga bersama-sama.
Ruh keluarga dakwah adalah keluarga jihad dan harapan. Peluh dan daya perlu digesa untuk meraihnya tanpa kenal putus asa. Sepanjang hayat di kandung badan. Sepanjang jalan kebahagiaan abadi.

BAHAGIA ITU SEDERHANA

 

By. Satria hadi lubis
Bahagia itu sederhana
Yakni bisa menikmati hal-hal kecil di sekitar kita dan melihat sisi indahnya
Bahagia itu sederhana
Dengan bersyukur dengan kebaikan kecil di sekitar kita dan melihat hikmah dari setiap peristiwa
Bahagia itu sederhana
Dengan hadir utuh jiwa dan raga pada setiap yang kita lakukan detik demi detik
Bahagia itu sesederhana
Sesederhana ketika anak berlari menyambut kita pulang ke rumah dengan girang dan melompat-lompat
Bahagia itu sederhana
Sesederhana suami isteri main tebak-tebakan dan tertawa bersama
Bahagia itu sederhana
Sesederhana menyapa dan tersenyum terhadap satpam di kantor kita
Bahagia itu sederhana
Tak serumit yang dibayangkan
Tak perlu kaya, tenar dan berpangkat lebih dahulu
Bahagia itu sederhana
Sesederhana mengangkat tangan saat ini juga dan bersyukur sambil mengucapkan "alhamdulillah" terhadap nikmat-nikmat "kecil" yang tanpa sadar beruntun kita terima hari ini.

BERTEMAN KARENA ALLAH

 

By. Satria hadi lubis
Bila kau berteman karena kelebihan yang dimiliki temanmu...
Sungguh, suatu saat kau akan kecewa dengan kekurangannya.
Bila kau berteman karena kebaikan yang dimiliki temanmu...
Sungguh, suatu saat kau akan kecewa dengan keburukannya.
Bila kau berteman karena kesamaan pikiran yang kalian miliki...
Sungguh, suatu saat kau akan kecewa dengan perbedaan pemikirannya.
Bila kau berteman karena temanmu menyenangkan...
Sungguh, suatu saat kau akan kecewa dengan sikapnya yang menyebalkan.
Tetapi bila kau berteman denganya karena Allah, maka kau akan sadar bahwa temanmu hanya manusia biasa.
Yang bisa benar dan bisa juga salah, kadang juga bisa khilaf. Punya kelebihan dan kekurangan, karena tidak ada manusia sempurna.
Bila kita mencari teman dan sahabat yang sempurna, maka yang ada hanyalah kekecewaan. Karena kita juga bukan malaikat tanpa cela...
Selama mereka tidak berbuat yang merugikanmu...
Selama mereka tidak mengkhianatimu...
Selama mereka tidak memfitnahmu, mengumbar aibmu, atau melakukan perbuatan keji lainnya, maka mereka adalah teman dan sahabatmu...
Maafkan kekurangan mereka, karena kita juga sangat suka apabila orang lain memaafkan kesalahan kita...

PERGI SENDIRIAN

 

Baru berapa saat saya naik angkot, seorang ibu tua di depanku berkata : "Kiri sep..."
Mobil pun minggir. Sopirnya masih muda, mungkin belum sampai 25 tahun usianya.
Sopirnya bertanya : "Ibu turunnya bisa? Pelan- pelan aja bu..." katanya. Si ibu menjawab, "Turunnya mah bisa pelan-pelan sep, tapi nyeberangnya ibu takut..."
Sopir pun turun dari mobil angkot menuju pintu belakang penumpang, "Sini bu..saya tolongin," katanya.
Sopir itu membimbing ibu tua itu turun, lalu membantu menyeberangkan jalan pelan-pelan karena ibu tua itu jalannya tertatih-tatih.
Setelah kembali ke mobil, saya iseng bertanya : "Ibunya mas?"
"Bukan.." jawabnya.
"Oh.. saya kira ibunya, manggilnya sep.. saya kira masnya namanya Asep," kataku ringan.
"Baik banget mas mau ngurusin sampai nyebrangin segala..." kata saya
Sopir itu menjawab : "Kalau itu ibu saya, gak bakalan saya biarin pergi sendirian. Kalau jatuh, ketabrak, atau sakit di jalan gimana coba? Saya suka sedih lihat ibu-ibu tua pergi sendirian.
Padahal dulu pasti waktu mudanya anaknya selalu dibawa ketika pergi, dijagain takut anaknya jatuh, diurusin siang dan malam kalau anaknya sakit...ya gak pak?" tanyanya.
"Iya..." jawab saya singkat (tenggorokan terasa terkunci).
Sopir itu melanjutkan, "Orang sekarang kadang gak menghargai ibunya... kalau senang lupa, kalau susah pasti nyari ibunya.... Padahal pak.. saya ini gak punya ibu. Ibu saya meninggal dari saya kecil. Saya diasuh oleh orang lain. Barangkali kalau saya punya ibu, nasib saya gak begini... karena pasti ada ibu yang ngedoain saya anaknya supaya jadi orang sukses. Orang lain di doain ibunya aja, belum tentu juga inget dan sadar kalau rezekinya itu hasil doa dan jerih payah ibunya selama ini... betul gak pak??" kata supir tersebut.
"Iya.." jawab saya lemah... "Kiri depan yaa mas... saya doain semoga mas dimudahkan rejekinya dan bisa sukses. Jangan lupa doain ibunya selalu... makasih ya mas!" Sambil saya lebihkan uang bayar ongkos angkotnya.
Setelah turun, saya buru-buru mengambil hape : "Asalamualaikum...mama lagi apa? sehat ya ma? sama siapa di rumah? Kalau mama mau pergi keluar beritahu saya ya ma...siapa tahu saya bisa anterin..."
Edited by. Satria hadi lubis

SETIAP KELUARGA PUNYA TAWA DAN TANGISNYA MASING-MASING

By. Satria hadi lubis
"Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di rumah sendiri". Begitu kira-kira pepatah mengatakan. Artinya, kadang kita melihat suami atau istri orang lain lebih baik daripada suami atau istri sendiri. Begitu pun keluarga orang lain lebih baik daripada keluarga sendiri. Dampaknya, kita lupa bersyukur terhadap pasangan atau keluarga kita sendiri.
Suatu ketika seorang sahabat mengadu kepada Khalifah Umar bin Khatab ra karena istrinya cerewet dan sering mengomel. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Dari kisah tersebut kita mendapat pelajaran bahwa "rumput tetangga tak selalu indah." Setiap rumah tangga tak bisa dibandingkan secara naif satu sama lain. Sebab di setiap keluarga punya suka dan dukanya masing-masing.
Ada keluarga yang sukanya terdapat pada pasangannya yang setia, rajin ibadah, saling mesra satu sama lain. Anaknya pintar, hapal al Qur'an, dan berbakti kepada orang tua.
Namun di balik keberhasilan tersebut ada duka yang terselip. Misalnya, di balik sosok suami yang setia ternyata nafkahnya kurang, di balik istri yang rajin ibadah ternyata buruk sangkanya luar biasa, di balik kemesraan pasangan ternyata ada perselingkuhan, di antara sekian anaknya yang sholih terdapat satu anaknya yang bandel.
Seakan Allah mentakdirkan di setiap rumah itu tak ada yang sempurna. Di setiap keluarga ada ruang ujian, yaitu ujian tentang kesabaran, keikhlasan, syukur dan tauhid.
Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh (ujian) bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka" (Qs. 64 ayat 14).
Di dalam setiap rumah ada ujian kesabaran berupa tidak mudah putus asa, apalagi mudah bercerai, ketika menghadapi berbagai masalah. Ujian keikhlasan terhadap takdir Allah berupa kekurangan yang ada. Ujian syukur berupa rasa puas terhadap pemberian Allah tanpa membanding-bandingkan dengan keluarga lain. Ujian tauhid berupa apakah cinta kita kepada Allah masih lebih tinggi daripada cinta kita kepada pasangan dan anak-anak.
Ruang ujian ini membuat sebuah keluarga menjadi dinamis dalam suka dan duka. Maka rumah tangga yang sukses adalah mereka yang lulus dalam empat ujian tersebut, sabar, ikhlas, syukur dan bertauhid sampai akhir hayat.
Karena itu, nikmatilah perjalanan keluarga kita masing-masing sebagai ujian tanpa membanding-bandingkan dengan keluarga yang lain.
Ternyata, rumput tetangga tak lebih hijau dari rumput di rumah sendiri. Sebab di setiap keluarga ada tawa dan tangisnya masing-masing.

SEMAKIN BERTAMBAH USIA

 By. Satria hadi lubis

Semakin bertambah usia semakin lemah tangan menggenggam...karena Allah sedang mendidik kita agar melepaskan cinta dunia.
Semakin bertambah usia semakin kabur mata kita... karena Allah sedang mencerahkan mata hati untuk melihat akhirat.
Semakin bertambah usia semakin sensitif perasaan kita.... karena Allah sedang mengajarkan bahwa pautan hati dengan makhluk senantiasa menghampakan.. namun hati yang berpaut kepada Allah, tiada pernah mengecewakan.
Semakin bertambah usia semakin gugur gigi-gigi kita....karena Allah sedang mengingatkan bahwa suatu hari kita akan gugur ke dalam tanah selamanya.
Semakin bertambah usia semakin ditarik nikmat kekuatan tulang dan sendi kita....karena Allah sedang mengingatkan bahwa tak lama lagi nyawanya akan diambil.
Semakin bertambah usia semakin putih rambut kita....karena Allah sedang mengingatkan kain kafan putih yang akan kita kenakan.
Begitu pun hati kita...semakin bertambah usia semakin ingin sendirian...karena Allah sedang mendidik kita untuk bersiap sendirian sepi di alam kubur, dan hanya amal yang menemani.
*dalam rangka memperingati Hari Lansia Nasional, 29 Mei 2023

BERSABAR 30 MENIT SAJA

 By. Satria hadi lubis

TAHUKAH kamu bahwa waktu kita untuk mengumpulkan pahala bagi bekal di akhirat rata-rata hanya sepertiga dari usia kita?
Yuk kita hitung...
Jika rata-rata usia manusia Indonesia 60 tahun, maka waktu yang digunakan untuk tidur rata-rata 7-8 jam sehari (sepertiga hari). Dalam 60 tahun berarti sepertiga dari 60 tahun atau 20 tahun digunakan untuk tidur. Jadi sisanya untuk mengumpulkan pahala tinggal 40 tahun (karena jika pun tidur dapat pahala, tapi pahalanya tak banyak. Makanya Allah menyuruh kita selalu bergerak beramal, bukan banyak rebahan).
Lalu dikurangi waktu sebelum aqil baligh dimana kita belum mendapatkan pahala dan dosa. Jika aqil baligh rata-rata usia 15 tahun, maka 40 tahun dikurangi 15 tahun. Sisanya tinggal 25 tahun untuk mengumpulkan pahala.
Lalu dikurangi lagi dengan waktu yang sia-sia atau bahkan berbuat dosa. Jika setiap hari rata-rata kita membuang waktu 2 jam saja untuk hal yang sia-sia, bahkan dosa, berarti dalam 60 tahun (2×365×60) sama dengan 43.800 jam atau sama dengan 5 tahun. Sisa waktu 25 tahun dikurangi 5 tahun, sisa 20 tahun. Itupun jika waktu sia-sia hanya 2 jam sehari. Jika lebih, tentu waktu kita mengumpulkan pahala akan lebih berkurang lagi.
Kesimpulannya....
Hanya 20 tahun waktu kita untuk mengumpulkan pahala jika usia kita mencapai 60 tahun (jadi hanya SEPERTIGA DARI WAKTU HIDUP KITA).
Jika usia kita tidak sampai 60 tahun, maka lebih berkurang lagi waktu kita untuk mengumpulkan pahala.
Sungguh sangat sangat singkat waktu untuk beramal mengumpulkan pahala di dunia ini, yang akan menentukan nasib kita masuk surga atau masuk neraka.
"Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui" (Qs. 23 ayat 112-114).
Belum lagi jika dihitung menurut waktu hakekat. Di dalam surat al Hajj ayat 47 disebutkan bahwa 1 hari di sisi Allah sama dengan 1000 tahun dalam perhitungan manusia. Maka jika kita hidup sampai usia 60 tahun berarti hidup kita sebenarnya hanya kira-kira 1,5 jam saja dalam waktu hakekat di sisi Allah, sehingga waktu untuk mengumpulkan pahala agar bisa masuk surga hanya sepertiga dari 1,5 jam alias 30 MENIT SAJA.
Bayangkan!
Waktu 30 menit yang sangat singkat itu menentukan nasib kita selama-lamanya di akhirat yang abadi. Apakah masuk surga atau masuk neraka!
Jadi jika engkau berlelah-lelah mengumpulkan pahala dengan ibadah dan dakwah....
Jika engkau menahan diri dari maksiat...
Jika engkau tabah dalam kesulitan hidup...
Jika engkau bertahan dengan pasangan yang menyebalkan...
Jika engkau tidak berlaku zalim dan curang karena kekurangan harta...
Jika engkau sabar dengan rasa sakit hati akibat perlakuan orang-orang di sekelilingmu...sehingga semua kesabaran itu mendapatkan pahala, maka itu sebenarnya hanya 30 MENIT SAJA....
Mosok gak kuat bersabar hanya 30 menit saja untuk dapat pahala!
MAKA gunakanlah waktumu yang singkat itu sebaik-baiknya untuk mengumpulkan pahala....
atau kamu akan menyesal kelak.
DI DUNIA KAMU MEMILIH, DI AKHIRAT KAMU DIPILIH!

CINTA TANPA KATA MESRA

By. Satria hadi lubis

SETIAP kali ditanya, "Mbah uti kangen mbah kung ya?" Mbah uti selalu menjawab, "Nggak."
Di masa tuanya, mbah uti dan mbah kung kemana-mana selalu berdua. Setelah pensiun, mereka berdua kembali ke kampung untuk bertani singkong. Maklum keduanya orang desa yang punya kenangan bertani di masa kecilnya.
Setelah makin tua dan mulai sakit-sakitan, mereka kembali ke rumahnya di Jakarta. Sakitnya pun bergantian. Jika mbah kung sakit, mbah uti yang merawatnya, begitu pun sebaliknya.
Hubungan mbah kung dengan mbah uti agak unik. Selalu berdua, tetapi gak pernah saling berkata mesra satu sama lain. Malah yang tampak mereka sering "bertengkar". Kami, anak dan cucunya, suka tertawa kalau melihat mbah kung dan mbah uti saling ngotot satu sama lain untuk hal-hal yang sepele. Biasanya mbah kung yang mengalah dan mengakhiri "pertengkaran" tersebut dengan ketawanya yang khas. Mbah kung memang pribadi yang "ramai", banyak bicara, ramah dan suka tersenyum. Sebaliknya mbah uti lebih pendiam, perhatian dan suka menolong.
Tanggal 1 Januari 2021, mbah kung meninggal dunia di usia 82 tahun. Sepekan sebelum meninggal dunia beliau jatuh di mesjid ketika Sholat Jumat. Dari situ beliau kemudian stroke dan meninggal dengan mudah dalam kondisi tidur di hari jumat berikutnya.
Meninggalnya mbah kung membuat kami, anak cucunya, kehilangan pribadi ramah yang hobinya suka mengunjungi cucu-cucunya. Mbah kung suka bercanda dan menasehati cucu-cucunya dengan senyumnya yang khas.
Tapi yang paling kehilangan tentu mbah uti. Walau mbah uti tidak pernah terlihat sedih dengan meninggalnya mbah kung, apalagi sampai ngomong kangen, tapi bahasa tubuhnya berkata lain.
Perlahan tapi pasti kesehatan mbah uti semakin menurun. Beliau semakin sering sakit dan semakin pendiam. Beliau seperti memendam sesuatu yang susah diceritakan kepada kami, anak cucunya. Dugaan kami, mbah uti kehilangan tempat curhat yang khas, yaitu suasana curhat yang saling ngotot dan "bertengkar" dengan mbah kung. Suasana yang mewarnai "gaya" pernikahan mereka selama puluhan tahun.
Sebulan sebelum meninggal, mbah uti kehilangan selera makan. Tidak bisa lagi dibujuk untuk makan. Kalau dipaksa, beliau muntah. Sudah berbagai upaya dicoba, termasuk membawa beliau ke rumah sakit, namun tetap saja beliau gak bisa makan.
Kondisi kesehatan mbah uti semakin memburuk. Beliau tidak bisa lagi berjalan dan hanya tiduran di kasur. Sampai akhirnya, tanggal 4 September 2021 mbah uti pergi pada usia 75 tahun, menyusul mbah kung yang meninggal 8 bulan lebih dulu.
Mbah uti dan mbah kung adalah contoh pasangan kurang romantis tapi langgeng. Cinta mereka tidak dibalut dengan kata-kata mesra, tapi dibuktikan dengan tindakan, karena mendalam dan dibawa sampai mati.
Banyak sekali pasangan yang mengumbar kemesraan di medsos tapi tiba-tiba terdengar kabar mereka bercerai. Ternyata cinta sejati itu fondasinya bukan kata-kata mesra, tapi bersyukur dan mengerti kekurangan pasangan.
Kata-kata mesra dan romantisme hanyalah bumbu pemanis pernikahan, namun tanpa komitmen yang kuat dan kesabaran yang tinggi tak akan mungkin pernikahan bisa bertahan sampai maut memisahkan sepasang suami isteri.
Semoga mbah kung dan mbah uti tersenyum bersama di alam kubur. Menunggu untuk berkumpul bersama di surga kelak dalam cinta mereka yang abadi.

KEBERKAHAN WAKTU

Rasulullah saw menyebutkan bahwa salah satu tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat adalah waktu yang terasa semakin singkat. “Tidak akan tiba hari kiamat hingga waktu semakin singkat. Satu tahun bagaikan satu bulan, satu bulan bagaikan satu minggu, satu minggu bagaikan satu hari, satu hari bagaikan satu jam. Dan satu jam bagaikan api yang membakar daun kurma” (HR. Ahmad-Tirmidzi).

Para ulama hadits seperti Qadhi ‘Iyadh, Al-Nawawi, Ibn Abi Jamrah dan lain-lain menafsirkan singkatnya waktu ini dengan hilangnya keberkahan. Mereka berkata, “Maksud dari singkatnya waktu adalah hilangnya keberkahan dalam waktu tersebut. Sehingga satu hari misalnya tidak mampu dimanfaatkan melainkan seperti satu jam saja.”
Apa yang dimaksud keberkahan? Secara bahasa, kata “berkah” (barakah) bermakna bertambah (al-ziyadah) dan berkembang (al-nama). Kata ini lalu digunakan untuk menunjukkan “kebaikan yang banyak."
Keberkahan yang paling penting adalah keberkahan di dalam waktu kita. Sebab kita diciptakan untuk sebuah tugas maha penting, dan waktu adalah modal yang paling utama agar dapat menunaikan tugas tersebut dengan baik. Tanpa keberkahan dan manajemen waktu yang baik, seseorang tidak akan dapat menunaikan tugas itu dengan sempurna.
Oleh karena itu, bagi hamba-hamba Allah yang sejati, waktu jauh lebih mahal dan lebih berharga daripada uang dan harta benda apapun di dunia ini. Keberkahan dalam waktu menjadi dambaan mereka melebihi yang lainnya.
Imam Abu Bakar bin ‘Ayyasy berkata, “Andai seseorang kehilangan sekeping emas, ia akan menyesal dan memikirkannya sepanjang hari. Ia mengeluh: Inna lillah, emas saya hilang. Namun belum pernah seseorang mengeluhkan: satu hari telah berlalu, apa yang telah aku lakukan dengannya?”
Seorang ahli hadits kenamaan Abu Bakar Al-Khatib Al-Baghdadi sering kali terlihat sedang membaca sambil berjalan sebab ia tidak ingin membuang waktunya percuma. Imam Ibn Rusyd, ahli fiqih dan filsafat terkenal, juga diceritakan tidak pernah meninggalkan membaca buku dan mengajar sepanjang hidupnya kecuali dua malam saja: yaitu ketika ia menikah dan ketika bapaknya meninggal dunia.
Imam Abdul Wahab Al-Sya’rani bercerita tentang gurunya Syeikh Zakaria Al-Anshari, “Selama dua puluh tahun aku melayaninya, belum pernah aku melihat beliau dalam kelalaian atau melakukan sesuatu yang tak berguna, baik siang ataupun malam hari. Jika seorang tamu berbicara terlalu panjang kepadanya, beliau segera berkata dengan tegas: ‘Kau telah membuang-buang waktuku.’
Keberkahan waktu dapat kita lihat di sejarah hidup tokoh-tokoh Islam sejak masa sahabat. Mereka berhasil melahirkan prestasi besar hanya dalam masa yang sangat singkat sehingga agak sukar diterima logika “zaman hilang-berkah” seperti saat ini.
Zaid bin Tsabit, misalnya, berhasil melaksanakan perintah Nabi Saw untuk menguasai bahasa Yahudi (Suryaniah) –percakapan dan tulisan- hanya dalam 17 hari saja. Padahal pada saat itu belum ada alat bantu modern audio visual seperti sekarang ini. Bandingkan dengan diri kita yang memerlukan masa bertahun-tahun untuk mempelajari bahasa Arab atau Inggris tanpa memperoleh hasil yang membanggakan.
Para penulis biografi menceritakan bahwa Al Hafiz Ibn Syahin (seorang ulama hadits kenamaan) menulis 330 judul buku, salah satunya kitab tafsir Al Qur’an setebal seribu jilid. Di akhir hayatnya, ia meminta tukang tinta untuk menghitung berapa banyak tinta yang telah digunakannya untuk menulis. Ternyata jumlahnya mencapai 1800 liter tinta. Sebagian ulama meriwayatkan bahwa Syeikh Abdul Ghaffar Al Qushi menulis sebuah kitab fiqih dalam mazhab Syafii setebal seribu jilid di kota Akhmim. Belum lagi Imam Al-Ghazali yang hanya hidup 55 tahun, dan Al-Nawawi yang hidup hanya 45 tahun, namun berhasil menulis banyak buku berharga berjilid-jilid. Juga Imam Ibn Al-Jauzi yang dikatakan Imam Al-Dzahabi, “Aku tidak mengetahui seorang ulama yang menulis sebanyak tulisan orang ini.”
Mereka memiliki waktu yang sama dengan kita: satu bulan terdiri dari empat minggu, satu minggu terdiri dari tujuh hari, dan satu hari terdiri dari 24 jam. Namun keberkahan dalam waktu memungkinkan mereka berkarya dan membuahkan prestasi lebih banyak dari kita. Keberkahan waktu benar-benar telah hilang pada masa kini, sehingga sering kali waktu terlewat tanpa produktivitas amal yang berarti.
By. Satria hadi lubis