By. Satria hadi lubis
"Jika Islam hanya sebatas ibadah dan mu'amalah, niscaya Rasulullah tidak akan pernah ada di medan pertempuran."
Ini quote yang bagus! Yang menunjukkan bahwa Islam itu syamil wa mutakamil (integral dan sempurna), sebagaimana firman-Nya: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" (QS. 5 ayat 3).
Quote yang menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama sekuler. Sekulerisme adalah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan.
Sekularisme asing dalam Islam, karena meminggirkan Islam hanya sebatas ibadah vertikal saja dengan Tuhan. Rasulullah saw mengajarkan kepada kita bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, bahkan kalau terpaksa siap berperang jika Islam dipinggirkan dan dilecehkan.
Sekulerisme berasal dari Eropa pada abad pertengahan ketika ajaran Kristen diterapkan secara salah dan korup. Lalu sebagai protes, para petinggi Eropa meminggirkan ajaran Kristen, sehingga wujud Kristen seperti yang kita lihat sekarang ini; hanya mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan. Agama jangan dibawa-bawa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Nah...pemahaman sekuler inilah yang coba diterapkan di dalam tubuh umat Islam saat ini dengan berbagai propaganda oleh mereka yang memuja sekulerisme yang sesat itu. Bahkan sekulerisme juga bertentangan dengan ideologi Pancasila sila pertama "Ketuhanan yang Maha Esa" sebagai dasar negara kita.
"Pemaksaan" untuk menerima sekulerisme dalam tubuh umat Islam ini yang menjadi biang kerok konflik tak berkesudahan antara Islam dan penganut sekuler di dunia saat ini, termasuk di Indonesia. Ada upaya ghozwul fikri (serangan pemikiran) yang dimotori oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) dan antek-anteknya. Mereka adalah muslim munafik dan para kafir harbi dari kalangan Kristen, Syi'ah, Komunis, dan lain-lain yang ingin mensekulerkan umat Islam. Kafir yang baik-baik tidak termasuk dalam kelompok perusak Islam.
Umat Islam di Indonesia harus waspada dan selektif menerima informasi dan propaganda yang dilakukan para pemuja sekelurisme, terutama para generasi muslim milenial. Seringkali propaganda tersebut dibungkus dengan istilah-istilah keren, seperti hak azasi manusia, kesetaraan gender, modernisasi, emansipasi, dan lain-lain.
Bagi kita umat Islam, toleransi bukanlah dengan menerima nilai-nilai sekuler, sehingga setiap agama menjadi urusan individu masing-masing. Atau menjadi sama benarnya. Lalu kita bebas berinteraksi tanpa batas antar umat beragama. Termasuk bebas menikah antar umat beragama. Bukan begitu toleransi dalam Islam.
Toleransi dalam Islam adalah memberikan kebebasan setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya masing-masing, tanpa saling mengganggu. Jika ada gangguan, maka selesaikan dengan dialog atas dasar itikad baik. Bukan dengan kepura-puraan, yakni berdialog tapi terus menyebarkan agamanya dengan cara tipu daya dan imbalan materi. Tujuan akhirnya adalah ingin mengubah demografi agama penduduk Indonesia, sehingga umat Islam yang tadinya mayoritas menjadi minoritas di negeri ini.
Upaya mengubah demografi agama ini akan memunculkan ketidakpercayaan dan konflik antar umat beragama, sehingga kerukunan umat beragama di Indonesia menjadi terancam.
Solusinya....
Jangan "paksa" umat Islam menerima sekulerisme. Terapkan toleransi secara adil dan biarkan demografi agama penduduk Indonesia dalam keadaan status quo seperti sekarang ini, dimana umat Islam menjadi mayoritas. Jangan ada upaya untuk mensekulerkan atau memurtadkan umat Islam dengan berbagai tipu daya yang akhirnya memunculkan perlawanan dari tubuh umat Islam yang hidupnya ingin mulia dan matinya syahid karena membela agama Allah.
“Tidak seorangpun yang masuk surga namun dia suka untuk kembali ke dunia padahal dia hanya mempunyai sedikit harta di bumi, kecuali orang yang mati syahid. Dia berangan-angan untuk kembali ke dunia kemudian berperang lalu terbunuh hingga sepuluh kali karena dia melihat keistimewaan karamah (mati syahid)” (HR. Al-Bukhari no. 2817 dan Muslim no. 1877)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar