Senin, 07 April 2025

ANTARA KHOUF DAN ROJA'


By. Satria hadi lubis
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan HARAP dan CEMAS (TAKUT). Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
DALAM berdoa dan beramal kepada Allah 'Ajja wa Jalla, selain ikhlas, kita juga perlu memunculkan rasa khouf (takut) dan roja' (harap) kepada Allah. Sebab khouf akan menumbuhkan semangat menjauhi dosa saking takutnya kepada azab Allah. Sebaliknya, roja' akan memunculkan rasa optimis akan rahmat Allah dan ampunan-Nya yang besar.
Berdoa tidak boleh hanya memunculkan rasa khouf saja, sehingga pesimis doa kita akan dikabulkan Allah. Sebaliknya, tidak boleh roja' saja, sehingga angkuh dan meremehkan doa yang khusyu'.
Begitu pun dalam perbuatan sehari-hari rasa khouf dan rajo' perlu ditumbuhkan secara bersamaan agar menghasilkan amal yang produktif (mendapatkan pahala dari Allah SWT).
Namun dalam prakteknya, roja' dan khouf ini berlangsung secara dinamis, tergantung kita sedang melakukan apa. Misalnya, ketika mau berbuat maksiat, maka khouf-nya harus lebih tinggi agar tidak jadi berbuat maksiat. Ketika bertaubat, maka roja'-nya lebih tinggi daripada khouf agar optimis dosanya diampuni Allah 'Azza wa Jalla. Contoh lain, menjelang sakaratul maut sebaiknya roja' nya (harapan untuk masuk surga) lebih tinggi daripada khouf agar meninggal dalam keadaan tenang. Jadi keduanya harus ada setiap saat, namun "besarannya" berlangsung secara dinamis tergantung situasi.
Tidak boleh hanya ada khouf saja atau roja' saja. Sebab jika roja' saja yang ada, maka kita akan meremehkan dosa. Sebaliknya, hanya khauf saja yang ada, maka kita akan pesimis, bahkan putus asa terhadap rahmat Allah SWT.
Kesimpulannya, orang yang pandai menghormati Allah adalah orang yang pandai dan terlatih menempatkan rasa khouf dan roja'-nya secara proporsional, sehingga menjadi karakter yang membuat ia makin bertaqwa kepada Allah SWT.
Sebaliknya, orang yang tidak menghormati Allah adalah mereka yang bodoh menempatkan rasa khouf dan roja'-nya secara terbolak-balik. Seharusnya khouf-nya lebih besar malah roja'-nya yang lebih besar di situasi tertentu. Atau sebaliknya, seharusnya roja'-nya lebih besar, malah khouf-nya yang lebih besar, sehingga yang muncul malah keberanian berbuat dosa dan kemalasan untuk beramal sholih.
"Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya..." (Qs. 6 ayat 91).

MENGAPA LEBAH MENDATANGI BUNGA?

 By. Satria hadi lubis

Mengapa lebah mendatangi bunga?
Mengapa lalat mendatangi kotoran?
Sebab lebah hanya "berpikir" untuk tertarik dengan bunga saja.
Sebab lalat hanya "berpikir" untuk tertarik dengan kotoran saja.
Jika kita berpikir positif, yang didapat adalah bunga (kebaikan).
Jika kita berpikir negatif, yang didapat adalah kotoran. Jadilah lebah yang hanya tertarik dengan bunga.
Jadilah manusia yang selalu berpikir positif, sehingga menarik kebaikan-kebaikan. Seperti lebah yang hanya dapat bunga.
Jangan menjadi lalat yang hanya tertarik dengan kotoran. Jangan menjadi manusia yang berpikir negatif, sehingga menarik keburukan-keburukan. Seperti lalat yang hanya dapat kotoran.
Hasilnya, lebah menghasilkan madu yang bermanfaat. Hasilnya, lalat menghasilkan kotoran yang membahayakan.

TIGA TUGAS MUSLIM


By. Satria hadi lubis
TAHUN 2024 sudah berlalu, tetapi semangat janganlah berlalu. Tekad menuju taqwa teruslah berlaku, tak kenal surut dan luluh.
Paling tidak ada tiga hal yang perlu dilakukan jika spirit keimanan tetap berlaku. Pertama, jadilah muslim strategis. Kedua, jadilah muslim taktis. Dan yang ketiga, jadilah muslim Ibadah. Semoga di tahun 2025 dan tahun-tahun selanjutnya kita dapat melakukan tiga tugas muslim ini secara kontinyu.
1. Menjadi MUSLIM STRATEGIS.
Sebagai muslim, kita perlu melakukan hal-hal strategis yang dampaknya jangka panjang bagi kebaikan Islam di masa depan, sekaligus bagi bangsa dan negara.
Tugas strategis muslim adalah bagaimana agar umat memahami Islam secara benar melalui sarana tarbiyah (pendidikan) yang istimroriyah (rutin) dan tajarud (sungguh-sungguh). Disini peran strategis kita hanya dua, menjadi murid dalam sebuah taklim (liqo') dan/atau menjadi murobbi (guru) dalam sebuah taklim (liqo'). Slogannya adalah mentarbiyahkan masyarakat, dan memasyarakatkan tarbiyah.
"...Jadilah kamu pribadi Robbani, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!” (QS. Ali 'Imran : 79).
Mengapa tarbiyah merupakan tugas strategis muslim? Sebab tarbiyah merupakan SATU-SATUNYA CARA kebangkitan Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Beliau mentarbiyah aqidah para sahabat selama 13 tahun, lalu 10 tahun kemudian mentarbiyah ajaran Islam lainnya. Hasilnya, para sahabat menjadi generasi terbaik karena pemahaman Islamnya kokoh dan benar, sehingga tak mudah tergoda dengan berbagai pernik dunia.
Sebaliknya, keterpurukan umat Islam saat ini karena ketidakpahaman banyak kaum muslimin terhadap Islam itu sendiri. Jam belajar kebanyakan kaum muslimin untuk mempelajari Islam sangat sedikit. Lebih banyak jam belajar mereka untuk hal-hal keduniaan.
Jika umat paham Islam, sehebat apa pun makar yang dilakukan musuh-musuh Islam tak akan mempan untuk menghancurkan kekuatan umat. Itulah sebabnya Allah memerintahkan kita agar tidak meninggalkan tarbiyah, walau dalam situasi genting sekalipun.
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya" (Qs. At Taubah : 122).
Memang tarbiyah tidak menyelesaikan seluruh permasalahan umat, tapi semua permasalahan umat berawal dan berakhir dengan tarbiyah.
2. Menjadi MUSLIM TAKTIS.
Selain melakukan tugas strategis berupa memasyarakatkan tarbiyah, seorang muslim juga harus ikut serta menyelesaikan permasalahan umat yang up to date, seperti menolong saudaranya atau tetangganya, memberantas kemiskinan, melakukan kegiatan sosial politik, mencegah kerusakan moral atau memprotes penghinaan terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta menolong saudara-saudara kita (berupa doa dan infaq) di belahan bumi lainnya, terutama di Palestina.
Bekerja mencari nafkah juga bisa disebut tugas muslim taktis karena memberi manfaat kepada masyarakat pada saat ini, walau ada juga bekerja yang cakupannya sebagai muslim strategis karena berdampak panjang ke masa depan. Misalnya, mereka yang bekerja sebagai guru atau dosen dan ustadz atau pembimbing agama lainnya. Dengan catatan, asalkan pekerjaan tersebut bernilai dakwah yang strategis untuk kemanusiaan serta menjayakan Islam dalam jangka panjang.
Keliru besar jika seorang muslim maunya hanya taklim (liqo') saja dengan alasan menghindari kemudharatan yang lebih besar, namun abai terhadap permasalahan umat kekinian. Bukankah tanpa menyelesaikan permasalahan taktis maka masalah tersebut akan semakin besar dan berat, lalu dalam jangka panjang akan menggulung eksistensi umat Islam itu sendiri?
Bukankah Rasulullah saw bersabda : "Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman” (HR. Muslim).
Bagaimana kita bisa menghilangkan kemungkaran kalau tidak turun tangan untuk mengatasinya? Maukah kita disebut sebagai selemah-lemahnya iman jika hanya merubahnya dengan hati (diam saja)? Tentu tidak!
Oleh sebab itu, seorang muslim harus tetap turut serta menyelesaikan masalah-masalah taktis keumatan yang dampaknya jangka pendek, selain ia tetap fokus untuk melakukan tindakan strategis (tarbiyah) demi tercapainya pengkaderan umat yang kokoh. Sebaliknya, jangan hanya sibuk menyelesaikan masalah taktis tapi kita lupa untuk ikut serta dalam gerakan strategis kebangkitan umat (yakni mengikuti tarbiyah).
3. Menjadi MUSLIM IBADAH.
Seorang muslim perlu meningkatkan kekhusyukan Ibadah khususnya (ibadah mahdhoh), sekaligus meningkatkan kuantitas ibadahnya. Semakin khusyuk dan banyak melakukan shaum sunnah, sholat tahajud, membaca Al Qur'an, sholat duha, doa dan zikir. Kalau perlu membuat list (daftar) ibadah khusus harian apa saja yang perlu dilakukan lalu dievaluasi setiap periode tertentu.
Ingatlah, ibadah adalah kekuatan muslim dan syarat datangnya pertolongan Allah. Ketika Sholahuddin al Ayyubi ingin membebaskan al Aqsho beliau memeriksa kesiapan tentaranya, termasuk memeriksa siapa diantara tentaranya yang sholat tahajud. Kekuatan ibadah membuat kemenangan itu diridhoi oleh Allah swt dan itulah yang diyakini oleh Sholahuddin al Ayyubi.
Jadi, menjaga spirit keimanan adalah menjaga rutinitas kita untuk menjadi muslim strategis, muslim taktis dan muslim ibadah. Dan ini harus dilakukan secara serentak dan simultan. Semuanya sama-sama penting dan tak ada yang lebih penting daripada yang lainnya.
Menjadi muslim ibadah, tapi abai menjadi muslim strategis dan taktis adalah tindakan egois karena ingin masuk surga sendirian. Walau ini juga patut dipertanyakan bisakah kita masuk surga tanpa kepedulian terhadap orang lain.
Yang lebih parah adalah jika kita tidak melakukan ketiganya, tidak menjadi muslim strategis, tidak menjadi muslim taktis, tidak juga menjadi muslim ibadah. Lalu kita mau masuk surga dari pintu yang mana? Apa modal kita untuk masuk surga?? Padahal di dada kita belum ada catatan sebagai pembela Islam.
"Barangsiapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan” (Muttafaq Alaihi).
Semoga Allah memudahkan kita untuk menjadi muslim strategis, muslim taktis dan muslim ibadah.

AMANAH TERHADAP DIRI SENDIRI

 

By. Satria hadi lubis
Amanah terhadap diri sendiri adalah bahwa seseorang tidak melakukan sesuatu kecuali yang paling baik dan paling bermanfaat bagi dirinya.
Rasulullah saw bersabda,
من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه
“Dari kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi, Malik dan Ahmad)
Semua nikmat yang Allah berikan kepada manusia harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik, seperti umur, kesehatan, dan bahkan seluruh organ yang ada pada tubuh manusia adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al Qur’an: “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36)
Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, “Kemaluan itu adalah amanah, telinga adalah amanah, mata adalah amanah, lidah adalah amanah, ucapan adalah amanah, tangan adalah amanah, kaki adalah amanah, dan tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah.”
Jadi jika kita menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tak bermanfaat dan tidak mengoptimalkan potensi yang ada pada diri kita untuk memberikan manfaat bagi orang lain dan alam semesta, maka bisa dikatakan kita tidak amanah terhadap diri sendiri.
Rasulullah saw bersabda :
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)
Amanah terhadap diri sendiri adalah sifat dan sikap yang wajib dimiliki oleh setiap muslim karena tidak ada iman tanpa amanah. Pada dasarnya, seluruh hidup kita selama di dunia ini sebenarnya adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Sehingga merugi dan celakalah orang yang tidak menunaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya.
Cukuplah Rasulullah saw sebagai sosok manusia yang paling amanah terhadap dirinya sendiri, sampai kawan dan lawan pun merasa aman dan tenang hidup serta bermuamalah bersama dengan beliau.
Sungguh bumi ini akan damai dan sejahtera jika setiap penghuninya melaksanakan semua kewajibannya dengan penuh rasa amanah.

ISRA' MI'RAJ : HIBURAN DARI ALLAH


By. Satria Hadi Lubis
Setelah pemboikotan selama lebih kurang 3 tahun oleh kafir Quraisy, maka wafatlah istri Nabi Muhammad saw tercinta Khadijah ra. Lalu tak berapa lama kemudian Abu Thalib, paman yang selalu membela beliau juga meninggal dunia.
Beliau saw sangat bersedih. Betapa berat terasa jalan yang harus ditempuh, tanpa pembela dan tanpa orang tercinta. Ditambah kaumnya yang memusuhi dakwah beliau. Karenanya, tahun itu disebut ‘amul huzni (tahun kesedihan).
Kesedihan itu semakin lengkap, manakala Rasulullah SAW mencoba membuka jalur dakwah baru di Thaif. Siapa tahu, Thaif yang sejuk, dingin, hijau, mempunyai pengaruh besar terhadap penduduknya, sehingga sikap mereka barangkali sejuk dan segar dalam menerima dakwah nabi saw. Namun, bukannya kedatangan Nabi Muhammad saw di Thaif disambut, tapi malah disambit.
Ditengah kedukaan mendalam yang bertubi-tubi itulah, Allah berkehendak memberikan hiburan yang luar biasa kepada Nabi-Nya yakni peristiwa Isra' Mi'raj. Perjalanan di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu dilanjutkan ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Peristiwa yang seakan memberi pesan kepada Rasulullah saw: “Bahkan, seandainya pun seluruh penghuni bumi, baik manusia maupun jin, tidak mau beriman kepadamu wahai Muhammad, engkau pun tidak perlu bersedih, sebab, buktinya, masyarakat langit semuanya gegap gempita menyambut kedatanganmu”.
Dari sudut pandang ini, peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan tasliyah (hiburan pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah saw. Namun bukan sekedar hiburan biasa, tapi hiburan yang menguatkan dan merubah. Tidak seperti hiburan yang biasa dilakukan oleh kebanyakan kita, tanpa makna dan tanpa perubahan.
Sebab setelah peristiwa Isra' Mi'raj, Nabi saw semakin kuat tekadnya dalam berdakwah dan semakin besar kemampuannya dalam merubah lingkungan, sehingga akhirnya Islam menyebar ke seluruh dunia.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj mengingatkan kita tak ada hiburan yang lebih menguatkan dan merubah kecuali kembali kepada Allah. Tak ada hiburan yang membahagiakan kecuali bersimpuh atas kemahabesaran Allah 'Ajja wa Jalla. Hiburan-hiburan yang lainnya sifatnya nisbi dan sementara, sehingga menagih (addict) untuk diulang-ulang kembali tanpa memperoleh kebahagiaan sejati. Persis seperti meminum air laut yang tak bisa menghilangkan dahaga.
Itulah sebabnya beliau saw bersabda, "Rekreasiku adalah sholat" (HR. An Nasa'i dan Baihaqi, dishahihkan syekh Al-Bany, Sahih Jami' assagir, jilid 2, halaman 87).
Itulah sebabnya, Fudhail bin Iyadh, seorang ulama tabi'in berkata, "Jika sekiranya para raja tahu betapa bahagianya kami dengan munajat kepada Allah, niscaya mereka akan berusaha merebutnya walau dengan menggunakan pedang-pedang mereka".
Peristiwa Isra' Mi'raj menyadarkan kita, tak ada yang bisa diandalkan dan diharapkan kecuali Allah SWT. Segala sesuatu yang dicintai pasti akan sirna kecuali Allah. Segala sesuatu selain Allah bisa mengecewakan, seperti sikap kaum Quraish dan penduduk Thaif yang mengecewakan Nabi saw.
Namun bukan berarti kita tak boleh menghibur diri dengan kesenangan duniawi. Sah saja asalkan halal dan dengan porsi secukupnya. Kesenangan duniawi seperti garam dalam makanan. Perlunya sedikit untuk membuat makanan menjadi nikmat. Jika garamnya kebanyakan, maka makanan (hidup kita) menjadi tidak nikmat lagi.
Peristiwa Isra' Mi'raj mengajarkan kita, jika sedih dan dirundung masalah maka kembalilah kepada Allah. Sebab hanya Allah Pencinta dan Pembela sejati kita. Ingatlah selalu sapa Allah ini :
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurga-Ku" (Qs. 89 ayat 27-30).

TIGA SALING MENJAGA

 

By. Satria hadi lubis
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir" (Qs. 30 ayat 21).
Bahwa ayat bertemunya kita dengan jodoh kita (Qs. 30 ayat 21) terdapat di antara ayat-ayat yang membahas tentang penciptaan manusia pertama kali dan penciptaan alam semesta, hal ini mengisyaratkan pernikahan sama besarnya dan sama agungnya dengan peristiwa penciptaan manusia dan alam semesta.
Oleh sebab itu, jangan mempermainkan pernikahan. Allah SWT sampai menyebut pernikahan sebagai mitsaqon golizho (perjanjian yang kuat).
"Dan mereka (istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu" (Qs. 4 ayat 21).
Jadi jangan menikah hanya sekedar takut disebut "tidak laku" atau untuk gengsi atau untuk sekedar mencari kemesraan belaka atau niat-niat lain yang tak dihubungkan ke "langit."
Tapi menikahlah dengan niat untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah SWT. Annikahu nissfuddin (nikah itu setengah ibadah).
Jika niat nikah untuk menyempurnakan ibadah maka perjalanan pernikahan itu sendiri tentu perlu diisi dengan nilai-nilai ibadah. Suami isteri perlu rajin beribadah, beraktivitas di dalam dan luar rumah dengan cara Islami, mendidik anak agar mereka dekat dengan Allah, dan tak lupa untuk selalu meninggikan kalimatullah (berdakwah).
Sendinya ada tiga :
1) Saling menjaga kewajiban,
2) Saling menjaga kelembutan, dan
3) Saling menjaga kepercayaan.
Ibarat sendi pada tubuh yang perlu terus digerakkan agar sehat, maka pernikahan juga perlu terus menjalankan Tiga Saling Menjaga ini agar pernikahan menjadi sehat (harmonis).
Petaka pernikahan biasanya terjadi ketika Tiga Saling Menjaga di atas mulai diabaikan oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak, suami dan/atau isteri.
Namun ketahuilah, walau dalam pernikahan banyak ujiannya (walau banyak juga bahagianya), tapi lebih berbahaya lagi jika seorang anak manusia tidak menikah atau menunda pernikahan.
Mereka yang terpengaruh oleh trend anti pernikahan saat ini dan tak segera menikah sesungguhnya rawan mengumpulkan dosa zina, ibadahnya tak sempurna, tidak mendapatkan pahala yang besar dari menafkahi dan mendidik keluarga, lambat dewasanya, sering kesepian, memperkecil peluang memiliki anak (yang banyak), bahkan putus garis keturunannya, serta mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk segera menikah.
"Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah memiliki kemampuan, segeralah menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah, karena puasa akan menjadi benteng baginya" (HR Muttafaq 'alaih).

SI BUTA DARI MASJID AL BAROKAH

 

By. Satria hadi lubis
DULU ada film terkenal yang berjudul Si Buta dari Goa Hantu. Film tersebut disadur dari serial komik dengan judul yang sama tentang seorang pendekar buta yang malang melintang di dunia persilatan.
Di sebuah masjid bernama Masjid Al Barokah, saya selalu melihat ada seorang bapak tua yang buta matanya. Namun kekurangannya tersebut tak menghalangi ia untuk selalu sholat berjama'ah di masjid pada awal waktu.
Masya Allah...kita sering mendengar cerita tentang mereka yang mengalami disabilitas tapi rajin sholat berjamaah di masjid. Ada yang matanya buta, kakinya lumpuh atau tubuhnya tak bisa sujud atau ruku' secara sempurna.
Kehadiran kaum disabilitas di mesjid untuk sholat berjama'ah memberikan pelajaran kepada kita yang fisiknya masih normal ini untuk rajin juga sholat berjama'ah di masjid. Sudah semestinya kita malu kepada mereka yang punya keterbatasan fisik tapi masih rajin sholat lima waktu di masjid.
Dulu di jaman Rasulullah saw, ada seorang buta yang meminta keringanan untuk tidak sholat berjama'ah di masjid.
"Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503)
Saat ini, betapa mudah laki-laki gagah dan normal yang meninggalkan sholat berjamaah di masjid dengan seribu satu alasan. Padahal sudah menjadi hal yang mafhum bahwa sholat fardhu berjamaah di masjid itu hukumnya wajib atau paling tidak sunnah muakkad (sunnah yang mendekati hukum wajib).
"Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat (di masjid), lantas aku bakar rumah-rumah mereka”. (HR. Bukhari-Muslim)
Maka wahai diri...malulah engkau jika malas sholat berjamaah di mesjid. Malulah engkau pada sekian banyak kaum disabilitas yang masih rajin sholat berjama'ah di masjid.
Maka jika dulu ada tokoh fiktif bernama Si Buta dari Goa Hantu yang merupakan pahlawan pembela kebenaran, bolehlah bapak tua yang saya temui di masjid itu disebut sebagai pahlawan yang berjuluk Si Buta dari Masjid Al Barokah. Walau tak terkenal di mata manusia, tapi bapak tua itu terkenal dan mulia di sisi Allah karena kesungguhan sholatnya. Semoga Allah menghapus dosanya dan mengangkat derajatnya.
"Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia pergi ke rumah Allah (tempat sholat) untuk melaksanakan sholat wajibnya, maka tiap langkahnya salah satunya menghapus dosa dan satunya lagi mengangkat derajatnya." (HR Muslim)

TARIK MENARIK MENUJU SURGA TERTINGGI

 By. Satria hadi lubis

BERKUMPUL bersama keluarga adalah salah satu dari kenikmatan dunia. Namun kenikmatan berkumpul bersama keluarga di surga selama-lamanya tentu lebih besar lagi.
Allah SWT berfirman : “(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya” (Qs. 13 ayat 23).
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir berkata : “Allah mengumpulkan mereka dengan orang-orang yang mereka cintai di dalam surga yaitu orang tua, istri dan anak keturunan mereka yang mukmin dan layak masuk surga. Sampai-sampai, Allah mengangkat derajat yang rendah menjadi tinggi tanpa mengurangi derajat keluarga yang tinggi (agar berkumpul di dalam surga yang sama derajatnya)."
Kelak di akhirat, orang tua dan anak saling tarik-menarik ke surga dengan memberi syafa'at. Fasilitas yang Allah sediakan agar keluarga bisa masuk surga bersama.
Bisa jadi sang anak berada di surga tertinggi, sedangkan orang tua berada di surga terendah, maka sang anak mengangkat derajat orang tuanya ke surga yang lebih atas, demikian juga sebaliknya.
Mengapa anak bisa mengangkat derajat orang tuanya? Sebab anak sebagai amal jariyah dengan terus mendoakan kedua orang tuanya. Rasulullah saw bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya dan doa anak yang shalih” (HR. Muslim).
Demikian juga derajat orang tua naik karena istigfar anaknya. Rasulullah saw bersabda : “Sungguh seseorang benar-benar diangkat derajatnya di surga lalu dia pun bertanya, ‘Dari mana ini?’ Dijawab, ‘Karena istigfar anakmu untukmu" (HR. Ibnu Majah).
Orang tua pun bisa menarik anaknya ke tingkatan surga yang lebih tinggi. Allah Ta’ala berfirman : “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya” (Qs. 52 ayat 21).
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, “Maksud dari ‘Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka’ yaitu, anak-cucu mereka kelak di surga, sehingga jadilah anak-cucu mereka sama derajatnya dengan mereka walaupun anak-cucu mereka tidak beramal seperti mereka, sebagai penghormatan terhadap bapak-bapak mereka agar bisa berkumpul dengan anak-cucu mereka (di surga kelak).”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy menafsirkan, "Keturunan yang mengikuti mereka dalam keimanan maksudnya adalah mereka mengikuti keimanan yang muncul dari orang tua atau kakek-buyut mereka. Lebih utama lagi jika keimanan muncul dari diri anak keturunan itu sendiri. Allah akan mengikutsertakan mereka dalam kedudukan orang tua atau kakek-buyut mereka di surga walaupun mereka sebenarnya tidak mencapainya (kedudukan anak lebih rendah dari orang tua), sebagai balasan bagi orang tua mereka dan tambahan bagi pahala mereka. Akan tetapi Allah tidak mengurangi pahala orang tua mereka sedikitpun.”
(Taisir Karimir Rahman hal 780, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet.I, 1424 H).
Namun bukan berarti anak hanya mengandalkan orang tua untuk masuk surga, begitu pun sebaliknya. Sedang diri sendiri malas berubah makin baik. Sebab Allah Maha Tahu niat buruk hamba-Nya.
Semoga kita semua bisa masuk surga bersama keluarga yang kita cintai.

JODOHMU ADALAH YANG SEKARANG

 

By. Satria hadi lubis
BAGI suami isteri yang ingin langgeng pernikahannya, YAKINKAN dalam hati bahwa pasanganmu yang sekarang adalah jodoh SATU-SATUNYA.
JANGAN ikuti bisikan setan atau pengaruh dari orang lain yang mengatakan bahwa kamu layak mempunyai ALTERNATIF (pilihan lain) dalam jodoh.
Bisikan dan pengaruh adanya alternatif dalam jodoh ini yang membuat suami atau isteri mudah mengancam bercerai, jika mereka bertengkar. Akhirnya, perceraian begitu mudah terjadi di Indonesia.
Bisikan dan pengaruh ini yang membuat suami istri tak mau bersusah payah mempertahankan pernikahan, walau APA PUN yang terjadi.
Selama sendi-sendi syari'ah masih tegak dalam rumah tangga, selama tak ada KDRT dan perselingkuhan yang berulang-ulang, maka KALAHKAN perasaan kecewa terhadap kurangnya ekonomi, atau sifat, karakter, keinginan dan hasrat dari pasangan yang tidak memenuhi harapanmu. Insya Allah...kesabaranmu akan indah pada akhirnya.
YAKINKAN dalam hati masing-masing bahwa pasanganku yang SEKARANG adalah jodoh pemberian Allah yang terindah, yang harus dipertahankan sampai mati.
Jangan CENGENG dan manja untuk mudah mengganti jodoh yang sekarang dengan alternatif jodoh yang lain.
Tunjukkan kepada Allah bahwa kamu MAMPU berjiwa besar dan KOKOH dalam mempertahankan jodoh pemberian-Nya.
Masalahnya, BUKAN salah memilih jodoh, tapi KALAH menghadapi (ujian) jodoh yang diberikan Allah SWT.
“Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (Qs. Yasin ayat 36).

KEMANA ORIENTASIMU?


By. Satria hadi lubis
Dengan bercita-cita dan berorientasi (ittijah) kepada akhirat, maka Allah Ta’ala akan membantu dan memudahkan urusanmu. Akhirat akan didapat dan dunia pasti dapat. Ibarat menanam padi (akhirat) pasti diikuti tumbuhnya rumput (dunia).
Sedangkan kalau cita-cita hanya dunia, maka kamu hanya mendapatkan dunia, dan di akhirat menjadi orang yang rugi besar. Tanam rumput tak akan diikuti tumbuhnya padi.
Allah Ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat maka akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia maka akan Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat” (Qs. Asy-Syura : 20).
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Akan tetapi, kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (Qs. Al-A’laa: 16–17).
Banyak yang bertanya “Bagaimana contoh beramal dengan orientasi (ittijah) akhirat ?”
Jawabannya banyak sekali :
Ketika engkau berdakwah dan berkorban untuk kejayaan Islam (kebaikan kemanusiaan), maka engkau berarti ittijah-nya akhirat.
Ketika engkau tak silau dengan godaan dunia, seperti melakukan korupsi, mengkhianati jabatan atau bermaksiat dengan wanita (pria) dan bersedia hidup cukup bahkan berkekurangan, karena takut nanti susah bertanggung jawab di hari hisab, maka engkau berarti ittijah (orientasi)nya akhirat
Ketika engkau bekerja karena ingin menikah, karena ingin menafkahi keluarga, ingin membantu keluarga yang tidak mampu, ingin berhaji, ingin banyak bersedekah seperti si fulan, ingin membangun dua rumah sakit Islam, ingin menyantuni seratus anak yatim, dan seterusnya. Asalkan dilakukan dengan ikhlas, maka semua itu bisa dikatakan beramal untuk orientasi akhirat.
Ada kisah menarik di zaman tabiut tabi’in. Seorang ulama besar bernama Abdullah bin al-Mubarak, seorang ulama ahli hadits sekaligus seorang pedagang yang berhasil. Beliau rahimahullah ditanya oleh Fudhail bin Iyadh, “Engkau selalu mengajari kami untuk zuhud terhadap dunia, tetapi aku lihat engkau sibuk berdagang di pasar-pasar.”
Abdullah bin al-Mubarak menjawab bahwa dia bersemangat berdagang karena ingin menanggung nafkah ulama-ulama ahli hadits, agar para ulama tersebut tetap fokus mengajar ilmu hadits dan tidak sibuk bekerja. Alasannya, kalau mereka sibuk bekerja, mereka tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk mengajarkan al hadits” (Kisah itu disebutkan oleh Imam adz-Dzahabi dalam kitab Siyar A’alam an-Nubala’, pada biografi Abdullah bin al-Mubarak).
Lihatlah betapa indahnya cita-cita beliau, dan betapa Allah Ta’ala membuktikan janjinya.
Beliau rahimahullah justru sukses dalam berdagang, menjadi pengusaha kaya, namun tetap zuhud terhadap dunia, yaitu tidak meletakkan dunia di hatinya. Dunia hanya sarana, bukan tujuan, hartanya sebagian digunakan membantu ulama-ulama hadits dalam menjaga risalah Nabi saw. Beliau mengerti hakikat kehidupan dunia yang fana, dunia hanyalah wasilah (sarana) untuk kebahagiaan akhirat.

"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?" (Qs. Al An'am ayat 32). 

APA UJIAN SESUNGGUHNYA DALAM HIDUP?

 

By. Satria hadi lubis
Ujian sesungguhnya dalam hidup bukanlah berupa bencana alam atau kekurangan harta dan kelaparan. Bukan juga karena dipenjara, atau kehilangan orang-orang yang dikasihi, dikucilkan oleh lingkungan, atau karena merasa dizalimi.
Itulah sebabnya Allah berfirman bahwa ujian-ujian tersebut hanya SEDIKIT (kecil dan ringan) :
"Dan Kami pasti akan mengujimu dengan SEDIKIT ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (Qs. 2 ayat 155)
Namun ujian sesungguhnya dalam hidup, sekaligus yang terbesar dan terberat adalah ujian TAUHID, yakni sampai sejauh mana kita dalam kondisi apa pun tetap MENCINTAI Allah di atas segalanya.
"Diantara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah." (Qs. 2 ayat 165)
Sampai sejauh mana kita dalam kondisi apa pun tetap HANYA TAKUT kepada Allah.
"Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk." (Qs. 2 ayat 150)
Sampai sejauh mana kita dalam kondisi apa pun tetap HANYA TAAT DAN MENGIKUTI Allah.
"Ikutlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran." (Qs. 7 ayat 3)
Dan sejauh mana kita dalam kondisi apa pun tetap HANYA BERHARAP kepada Allah.
"Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (Qs. 94 ayat
Semua ujian dalam hidup hanyalah "bungkus" dari ujian Tauhid. Semua ujian hanyalah sarana untuk menuju ujian sesungguhnya, yaitu ujian Tauhid. Yakni, sampai sejauh mana kita tetap meletakkan cinta, takut, taat dan harap hanya kepada Allah SWT.
Mereka yang sukses di dunia ini adalah mereka yang sering lulus dari ujian Tauhid yang datang setiap hari, setiap saat.
Sebaliknya, mereka yang gagal di dunia ini adalah mereka yang sering tidak lulus dari ujian TAUHID, karena mereka lebih cinta, lebih takut, lebih taat dan lebih berharap kepada selain Allah, yang pelakunya disebut musyrik dan perbuatannya disebut syirik.
Allah berfirman tentang mengapa ada kehidupan dan kematian :
"Yang menciptakan mati dan hidup, untuk MENGUJI kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun." (Qs. 67 ayat 2)
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi yang dimaksud surat 67 ayat 2 adalah "Allah menciptakan maut dan kehidupan untuk menguji kalian, yaitu siapa di antara kalian yang baik dalam beramal, dan juga sebagai balasan atas amalan kalian atas apa yang pantas didapatkan (oleh amalan kalian) berupa pahala. Dan sebaik-baik amalan adalah yang IKHLAS mencari wajah Allah, dan benar yaitu mengikuti apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, atau yang paling ikhlas (bertauhid, pent.) dan benar (amalannya), dan Allah tidak mengatakan yang paling banyak."
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan taufik dan hidayah-Nya untuk memahami hakikat ujian hidup yang sesungguhnya. Aamiiin yaa robbal 'aalamiin.

HIDUP BUKAN UNTUK KAYA ATAU MISKIN

 

By. Satria hadi lubis
Salah besar jika ada yang berpendapat Islam menganjurkan kaum muslimin untuk kaya (atau miskin)!
Islam malah meminta kaum muslimin fokus pada usaha mencapai kebahagiaan. Kaya atau miskin adalah pemberian Allah. Itu benar-benar rahasia Allah.
Usaha kita hanya fokus pada berbuat baik untuk bahagia. Tidak ada satu pun dalil bahwa orang kaya lebih bahagia atau sebaliknya, orang miskin lebih bahagia daripada orang kaya.
Bahkan sebagian besar nabi --sebagai manusia yang paling bahagia di muka bumi-- tenyata ditakdirkan Allah hidup miskin dalam harta. Yang kaya hanya segelintir, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Daud, sebagai contoh.
Doa-doa yang diajarkan Nabi Muhamad saw juga sebagian besar doa untuk bahagia, bukan untuk kaya atau miskin. Bahkan doa "sapu jagat" yang populer di kalangan kaum muslimin adalah doa kebaikan dan kebahagiaan.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan (kebahagiaan) di dunia, berikan pula kebaikan (kebahagiaan) di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka” (QS. al-Baqarah : 201).
Jangan terpengaruh dengan ideologi kapitalisme yang memuja kekayaan dan kemewahan, serta menganggap kekayaan sebagai satu-satunya cara bahagia, seperti yang dipertunjukkan oleh para youtuber pemuja kemewahan dengan viewer sampai jutaan.
Ini ajaran sesat yang menjauhi kita dari tujuan hidup sebenarnya, mencari ridho Allah (baca : bahagia).
Umat Islam dahulu jaya dan memimpin dunia karena mereka sibuk mencari ridho Allah (bahagia). Dan umat Islam sekarang terpuruk karena sebagian besar sibuk memuja harta. Mudah menghalalkan cara agar kaya. "Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan" (Qs. al-Fajr :20).
Maka fokuslah untuk bahagia dengan cara hidup seimbang, bersyukur, memberi manfaat kepada orang lain, istiqomah dan akhirnya husnul khotimah. Setelah itu, menjadi kaya atau miskin adalah urusan Allah semata. Allah swt lebih tahu mana yang lebih baik untuk kita.
Jangan rusak tujuan hidup kita (yakni bahagia) dengan usaha yang salah (yakni sibuk untuk kaya). Ini seperti mengejar fatamorgana yang berujung pada kehampaan dan kesedihan abadi kelak di akhirat.