Senin, 07 April 2025

KAYA VS MEWAH


By. Satria hadi lubis
DI BALIK berbagai aspek positif di musim silaturahim pada hari raya Idhul Fitri tahun 2025 ini, ada juga aspek negatif berupa pamer kemewahan oleh segelintir orang ketika bertemu dengan saudaranya.
Padahal rumusnya jelas, seorang muslim boleh kaya, tapi tidak boleh hidup mewah.
Dalilnya firman Allah SWT : "Bermewah-mewahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat dari perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.
Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri. Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu bermewahan di dunia itu)" (Qs. At Takatsur Ayat 1-8).
Kaya boleh, tapi tidak boleh bermewahan.
Kaya berarti punya uang atau harta yang banyak. Lalu digunakan untuk kemaslahatan orang banyak, termasuk untuk banyak berinfaq. Sehingga menjadi amal jariyah bagi muslim tersebut.
Mewah artinya memiliki sesuatu diluar kebutuhannya. Lebih kepada memenuhi keinginan untuk PAMER atau memenuhi nafsu konsumtif.
Ukuran mewah di setiap bangsa bisa berbeda-beda. Ukurannya adalah standar hidup rata-rata penduduk di sebuah negara. Di Arab Saudi misalnya, punya mobil Mercy bukan kemewahan karena disana rata-rata penduduknya punya mobil seharga Mercy. Tapi di Indonesia itu kemewahan, karena rata-rata hanya mampu membeli mobil seharga Avanza (kecuali jika Mercy tersebut punya negara alias mobil dinas).
Para sahabat Nabi saw saja berbeda pendapat tentang kemewahan. Contoh klasik adalah polemik yang terjadi antara sahabat Utsman bin Affan ra dengan Abu Dzar ra.
Tapi TELADAN kita yang PALING BAIK adalah Rasulullah Muhammad saw, sebab hanya beliau yang ma'shum.
Rasulullah saw pakai kuda atau onta terbaik yang mahal untuk perang, pakai senjata terbaik untuk jihad, tapi rumahnya sederhana, pakaian dan perabotan rumahnya pun sederhana.
Seakan beliau yang mulia berpesan : gunakan yang terbaik untuk kebutuhan jihadmu agar engkau menang (hasilnya baik), tapi sederhanalah dalam menikmati hidup. Sebab ada surga yang menunggumu. Disanalah tempatmu bermewahan. Di dunia bukan tempatmu bermewahan. Dunia tempatmu untuk fokus beramal, bukan untuk melampiaskan nafsu menikmati materi. Yang hanya akan membuatmu hilang fokus untuk produktif berjihad (berdakwah).
"Yang aku khawatirkan pada kalian bukanlah kemiskinan, namun yang kukhawatirkan adalah saling berbangganya kalian (dengan harta)” (HR. Ahmad 2: 308. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Siroh mencatat, beliau yang mulia lebih sering tidak punya harta berlebih daripada harta menumpuk. Setiap punya uang berlebih (misalnya dari harta ghonimah) langsung beliau infakkan.
Beliau saw wafat tanpa meninggalkan warisan harta yang banyak. Bahkan baju perangnya masih tergadai di tangan Yahudi. "Rasulullah SAW wafat dan baju besinya masih menjadi barang gadai pada seorang Yahudi dengan 30 sha’ gandum" (HR. Bukhari).
Namun beliau meninggalkan warisan bermakna yang nilainya tak terhingga, yaitu Al Qur'an dan Al Hadits.
Beliaulah contoh terbaik dalam mengelola uang (kekayaan) dan menghindari kemewahan.
Shollu 'alan Nabiy.....!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar