By. Satria hadi lubis
PERILAKU dosa adalah perilaku yang merugikan diri sendiri. Orang yang berbuat dosa cepat atau lambat akan merasakan dampaknya, berupa musibah di dunia dan akhirat.
Agar terhindar dari musibah tersebut, maka solusinya adalah cepat bertaubat. Tentu taubat yang sungguh-sungguh (taubatan nasuha), bukan taubat pura-pura.
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai" (QS. At-Tahrim ayat 8).
Lalu mengapa ada orang yang suka menunda-nunda bertaubat, padahal taubat dapat menghindari ia dari berbagai musibah?
Sebab seseorang suka menunda-nunda taubat adalah :
1. Thulul Amal (panjang angan-angan).
Ada orang yang menunda taubat karena anggapan masih ada kesempatan bertaubat di masa mendatang. Ungkapan yang sering muncul adalah : "Ah...saya masih muda, nanti aja kalau sudah tua baru bertaubat" atau "Besok-besok aja taubatnya...sayang kalau sekarang bertaubat...mau senang-senang dulu."
Padahal umur manusia siapa yang tahu. Betapa banyak orang yang hari ini sehat, esoknya sudah meninggal. Kematian bisa datang tiba-tiba. Ia adalah rahasia ilahi yang dapat merenggut segala angan-angan panjang manusia.
Terlambat bertaubat karena panjang angan-angan akan menjadi penyesalan terbesar manusia yang akan dibawa sampai ke akhirat. Seperti penyesalan Fir'aun yang baru tertaubat setelah nyawanya tinggal di tenggorokan, sehingga taubatnya ditolak oleh Allah.
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan 'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang'. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih" (QS An-Nisaa: 18).
Tentang panjang angan-angan ini, Ali bin Abu Thalib ra berkata :
“Perkara yang paling aku takutkan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu, ia akan memalingkan dari kebenaran. Adapun panjang angan-angan, ia akan membuat lupa akan akhirat” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’, 1/76).
2. Yakin Allah akan mengampuni segala dosanya.
Keyakinan ini sesungguhnya benar asalkan diiringi dengan segera bertaubat. Namun jika menunda-nunda taubat dan terus berbuat dosa maka keyakinan bahwa kelak Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya adalah keyakinan yang salah. Apalagi dengan berdalih : "Bukankah Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Pastilah Ia akan mengampuni saya (walau saya tidak bertaubat)". Padahal sifat Allah, selain Maha Pengampun, juga Maha Pemberi Azab.
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُوْر ُالرَّحِيْمُ. وَ أَنَّ الْعَذَابِيْ هُوَ الْعَذَابُ الْعَلِيْمُ
“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sungguh Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, dan bahwa sungguh azab-Ku adalah azab yang sangat pedih” (QS. al-Hijr ayat 49-50).
3. Yakin akan mendapatkan syafaat Nabi saw.
Ada juga yang menunda taubat karena keyakinan bahwa Nabi Muhammad saw akan memberikan syafa'at kepadanya kelak di akhirat. Padahal syafa'at Nabi itu bersifat eksklusif.
Nabi saw hanya akan memberikan syafa'at kepada orang-orang yang bertauhid secara murni dan patuh mengikuti sunnahnya.
"Yang paling bahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya” (HR Bukhari).
Maka jangan berharap mendapatkan syafa'at dari Nabi saw jika tidak mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw, termasuk sunnah untuk bersegera bertaubat. Bukankah Nabi saw meminta ampun kepada Allah SWT setiap harinya tidak kurang dari 70 kali?
"Demi Allah, aku beristighfar dan meminta taubat kepada Allah SWT dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali" (HR. Bukhari).
4. Meremehkan dosa.
Hal terakhir yang membuat seseorang menunda-nunda taubat adalah suka meremehkan dosa. Padahal meremehkan dosa akan berakibat mengulang-ulang dosa tersebut, sehingga dosanya menjadi besar.
"Sesungguhnya orang yang beriman melihat dosa-dosanya seperti ketika duduk di bawah gunung, dia takut kalau gunung tersebut jatuh menimpanya. Adapun orang yang fajir melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat (terbang) di depan hidungnya” (HR. Bukhari no. 6308).
Anas bin Malik ra berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian melakukan amalan yang menurut kamu lebih kecil dari rambut, padahal kami di masa Nabi saw menganggapnya sebagai dosa-dosa besar."
Ada juga sebagian muslim berkeyakinan bahwa dosanya yang besar bisa terhapus hanya dengan kebaikan kecil. Mereka mengandalkan kisah seorang pelacur yang memberikan minuman kepada anjing yang kehausan (di dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim).
Padahal hadits tersebut sedang membahas kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya, bukan menjadi dalil untuk mengandalkan kebaikan kecil yang bisa menghapus dosa-dosa besar.
Allah Maha Tahu tentang niat hamba-Nya. Jika seorang hamba merencanakan perbuatan dosanya untuk bisa dihapus dengan kebaikan kecil saja, maka hal tersebut termasuk mempermainkan (hukum) Allah. Secara logika juga tidak masuk akal jika dosa besar bisa dihapus hanya dengan sekali kebaikan yang kecil.
Seorang muslim yang berakal tentu akan lebih mengandalkan usahanya untuk berbuat kebaikan yang banyak agar bisa menghapus dosa-dosanya daripada sekedar mengandalkan kebaikan kecil yang bisa menghapus dosanya yang banyak.
Semoga Allah SWT melindungi kita dari empat hal yang membuat seseorang suka menunda-nunda bertaubat dan memasukkan kita ke dalam golongan hamba-Nya yang segera bertaubat.