By. Satria hadi lubis
Cerita seorang ustadzah tentang ada seorang istri di masa lalu yang dipukul suaminya, lalu ia menutupi perbuatan suaminya ketika orang tuanya datang menjadi viral di media sosial.
Banyak yang mengecam cerita tersebut. Alasannya, tidak boleh seorang istri menutupi perbuatan suaminya yang melakukan KDRT.
Pertanyaannya bolehkah seorang suami memukul istrinya dalam Islam? Jawabannya, boleh dengan syarat tertentu. Dalilnya sebagai berikut :
"...Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar" (Qs. 4 ayat 34).
Dari ayat di atas, tugas pertama yang dilakukan suami saat istri melakukan nusyuz (membanhkang/tidak taat) adalah menasihatinya. Namun, jika nasihat itu diabaikan, maka suami boleh melakukan pisah ranjang dengan tujuan agar istri menyadari kesalahan yang dilakukan. Jika pisah ranjang juga diabaikan, maka suami boleh memukul istrinya.
Jadi memukul istri adalah jalan terakhir yang diperbolehkan dalam Islam saat istri melakukan nusyuz, dalam rangka memberi peringatan terakhir (setelah itu boleh jatuh thalaq). Namun pukulan yang diberikan adalah pukulan yang tidak membahayakan bagian tubuh yang vital, tidak pula memukul wajah, tidak berbekas, tidak membuat cacat, apalagi mematikan.
"Di antara kewajibanmu (para suami) kepada mereka (para istri): engkau memberinya makan ketika engkau makan, dan engkau memberinya pakaian ketika engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul wajahnya, dan jangan pula menghinanya, dan jangan pula meng-hajr (memboikot) dirinya kecuali di dalam rumah" (Hadits sahih. Riwayat Abu Dawud (VI/180 no 2128), Ibnu Majah (I/593 no 1850), dan Ahmad (IV/447), dari Mu’awiyah bin Hairah RA).
Namun perlu diingat, bahwa Nabi Muhammad saw seumur hidupnya tidak pernah memukul istri-istrinya.
Lalu bagaimana kedudukan KDRT dalam Islam?
Jika yang dimaksud KDRT tersebut seperti diatas, maka hal tersebut dibolehkan.
Namun jika yang dimaksud KDRT dalam istilah modern saat ini, yakni melakukan kekerasan kepada pasangan secara berulang dan/atau melampaui batas, maka jelas Islam juga melarangnya (mengharamkannya).
Saya bersangka baik bahwa ustadzah tersebut bercerita dalam konteks memukul yang diperbolehkan dalam Islam. Bukan dalam konteks membenarkan bolehnya KDRT, dalam pengertian kebiasaan suami memukul istrinya secara melampaui batas dan/atau berulang-ulang.
Bahkan para ulama membolehkan seorang istri menggugat cerai (khulu') suaminya jika ia sering mengalami KDRT, yang dikuatirkan bisa membahayakan keselamatan nyawanya. Sungguh, suatu kebodohan jika ada seorang istri yang pasrah di KDRT terus menerus, serta tidak menggugat cerai suaminya.
Lalu, jika ada orang-orang tertentu yang tak setuju dengan ayat al Qur'an di atas, yang membolehkan suami memukul istrinya dengan syarat tertentu, maka itu urusan pribadi mereka. Mungkin mereka berpendapat sesuai dengan akalnya yang terbatas.
Sebagai muslim, tentu kita akan mendahulukan hukum Islam yang penuh hikmah daripada pendapat akal yang terbatas oleh ruang dan waktu. Pendapat akal semacam ini sering dibawa oleh sebagian kaum feminis, liberal, atau orang-orang yang suka menjelek-jelekkan Islam (kaum Islamophobia).
Kita melihat sekarang ini ada upaya gencar dari kelompok Islamophobia untuk mencemarkan nama baik ustadz dan utadzah, habaib dan para ulama, sehingga sedikit saja ada peluang untuk menjelekkan para da'i, mereka goreng sedemikian rupa supaya viral. Tujuannya, merusak citra baik para da'i.
Dengan rusaknya nama para da'i, diharapkan orang-orang Islam yang awam tidak lagi percaya dan tidak lagi mau belajar Islam dari para da'i, sehingga mayoritas orang Islam akan makin bodoh terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Allah telah memperingatkan cara kerja kelompok Islamophobia tersebut, sehingga sudah sewajarnya kita jeli dan waspada dengan tipu daya mereka.
يُرِيدُونَ لِيُطۡفِـُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَٱللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang musyrik membencinya" (Qs. As Shaff ayat 8).