Senin, 29 Agustus 2022

CINTA YANG DINAMIS



Suatu ketika, seorang sahabat mendatangi Amirul Mukminin Umar bin Khatab ra yang waktu itu sedang duduk santai di bawah pohon kurma.


"Wahai amirul mukminin, aku minta izin kepadamu untuk menceraikan istriku" ujar sahabat tersebut kepada Umar ra. "Mengapa engkau ingin menceraikan istrimu?" Umar bertanya. Lalu sahabat itu menjawab, "Karena aku tidak lagi mencintainya". Mendengar jawaban tersebut Amirul Mukminin Umar bin Khatab yang tadinya duduk santai langsung berdiri dan dengan marah ia berkata, "Jika gara-gara tidak lagi mencintai istrimu engkau ingin menceraikannya, maka sungguh akan banyak keluarga lain yang akan melakukannya!" 


Umar ra tidak setuju jika perceraian terjadi hanya gara-gara tidak ada lagi cinta di antara suami isteri. Apalagi jika bercerai itu gara-gara masalah sepele yang kualitasnya di bawah cinta, seperti masalah ekonomi, cara komunikasi, atau karakter yang berbeda. 


Umar paham, di dalam setiap keluarga akan terjadi cinta yang dinamis. Benci dan cinta datang silih berganti, baik kepada pasangan maupun kepada anak. Cinta bergerak fluktuatif tergantung kualitas interaksi anggota keluarga. 


Cinta yang mati masih dapat ditumbuhkan dengan banyak melakukan "setoran" kebaikan, seperti tersenyum, menatap mesra, sentuhan, kata-kata sayang, perbuatan baik, kejujuran, kesetiaan dan penghargaan. Semakin sering dan berkualitas "setoran" kebaikannya maka semakin megah cinta yang akan terbangun. Begitu pun sebaliknya, semakin jarang "setoran" kebaikan maka akan semakin rapuh bangunan cinta tersebut. Bahkan bisa berubah menjadi benci, jika yang dilakukan adalah "setoran" keburukan, seperti berkata kasar, sering mengungkit kekurangan, jarang menyentuh dan berkata mesra, tidak menghargai, berbohong dan tidak setia.


Jika perceraian terjadi hanya gara-gara tidak lagi mencintai pasangan maka berarti kita sudah "mematikan" perasaan cinta yang pada hakekatnya dinamis. Mendahului takdir Allah tentang perasaan cinta dan benci kepada setiap anak manusia, yang mungkin berubah di masa depan. 


Lebih jauh lagi bisa membuat pelakunya menjadi syirik. Sebab benci dan cinta yang permanen dan sampai mati itu hanya kepada Allah SWT. Sedang kepada selain Allah, benci dan cinta itu dinamis. Itulah sebabnya Rasulullah saw bersabda:


"Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya,

boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci.

Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya,

boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai” (HR. Muslim).


By. Satria Hadi lubis

SUAMI ISTERI ITU IBARAT BENTOR MEDAN

 


DI MEDAN, ada kendaraan penumpang bernama bentor (becak motor). Kendaraan khas yang berumur panjang itu mengajarkan banyak hal kepada kita. Salah satunya adalah tentang filsafah hubungan suami isteri.


Ketika kita naik bentor, posisi pengemudinya di sebelah penumpang dengan jarak yang cukup dekat. Begitulah semestinya suami isteri, posisinya berdampingan tanpa ada yang lebih rendah atau tinggi antara satu dengan yang lainnya.


Seperti bentor dimana penumpang di sebelah kiri pengemudi, begitu pulalah isteri (Siti Hawa) berasal dari tulang rusuk lelaki (Nabi Adam as). Isteri itu ibarat tulang rusuk yang menurut sabda Nabi Muhammad saw perlu diperlakukan dengan hati-hati. Jangan terlalu keras untuk diluruskan atau dibengkokkan.


Seperti bentor dimana pengemudi mengendalikan bentornya, begitu pulalah suami mengendalikan keluarganya. Ingatlah! Putih atau hitamnya isteri tergantung suaminya.


Seperti bentor yang bisa memuat banyak tapi diletakkan di bangku penumpang, begitu pulalah isteri dengan beban yang berat mengurus anak di rumah. Jangan engkau remehkan ia sebagai ibu rumah tangga, karena di tangannya terletak pembentukan generasi mendatang.


Seperti bentor yang selalu berjalan pelan, sehingga kadang menggemaskan kendaraan di belakangnya, maka seperti itulah ritme hubungan suami isteri yang butuh kesabaran dengan perubahan. Bahkan sebagian perubahan itu hanya bisa datang dengan perubahan waktu, bukan nasihat.  


NAMUN, jika bentor bergonta ganti penumpang, maka janganlah suami bergonta ganti isteri. Tetaplah setia dan anggap istrimu sebagai takdir satu-satunya dalam jodoh, sehingga engkau mau bersusah payah merawat cintamu kepada isteri, sehingga istrimu membalasnya dengan cinta yang bertambah-tambah.

NIKMAT BERKORBAN TANPA PENGORBANAN

 


Banyak sekali hikmah yang didapat dari Hari Raya Idul Adha, diantaranya hikmah memotong hewan qurban yaitu, mengingatkan kepada kaum muslimin bahwa inti kehidupan ini adalah pengorbanan untuk mencari ridho Allah.


"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya" (Qs. 2 ayat 207).


Mengapa seorang muslim harus berkorban sepanjang hidupnya, baik berkorban  harta, waktu, pikiran, perasaan, tenaga sampai nyawa sekali pun di jalan Allah? Jawabannya karena Allah telah membeli diri dan harta setiap muslim dengan surga.


"Sesungguhnya Allah (telah) membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka..." (Qs. 9 ayat 111).


Jadi sejatinya seorang muslim itu tidak memiliki hak lagi untuk mengatur dirinya sesuka hati. Apalagi untuk mengorbankan harta dan dirinya kepada selain Allah, misalnya menghabiskan waktu atau uangnya untuk bermaksiat. Sebab diri dan hartanya sudah dijual kepada Allah dengan keuntungan yang sangat besar, yaitu surga. Bayangkan hanya dengan mengorbankan harta dan jiwa di jalan Allah untuk sementara waktu (hanya dari lahir sampai mati), kita mendapatkan surga untuk selama-lamanya. Bukankah ini jual beli dengan keuntungan yang sangat besar bagi seorang muslim? Bukankah ini pengorbanan yang nikmat? 


"Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui" (Qs. 61 ayat 10-11).


Modal kita untuk berniaga dengan Allah adalah diri dan harta. Namun pertanyaan berikutnya, apakah modal tersebut milik kita? Ternyata tidak! Karena diri dan harta kita sejatinya juga milik Allah. Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali). Diri ini milik Allah, waktu juga milik Allah, harta juga milik Allah. Lalu apa yang kita miliki? Tidak ada!


Jadi kita melakukan jual beli dengan Allah yang imbalannya surga tanpa modal sama sekali. Bukankah ini pengorbanan tanpa pengorbanan? 


Namun anehnya sebagian besar manusia menolak tawaran jual beli dengan Allah tersebut. Mereka malah melakukan jual beli dengan selain Allah, yaitu kepada hawa nafsunya, orang lain, atau tuhan-tuhan sesembahan selain Allah. Sungguh mereka itulah orang-orang yang akan menyesal kelak.


"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)" (Qs. 2 ayat 165).


Idul Adha (Idul Qurban) mengingatkan kita kembali akan nikmatnya berkorban dengan keuntungan yang besar, yaitu surga. Mengingatkan kita kembali untuk selalu mau berkorban di jalan Allah. Sebab kita berkorban yang pada hakekatnya tidak berkorban. Sebab yang kita korbankan (harta, waktu, pikiran, perasaan dan jiwa) juga milik Allah.


Maha benar Allah dengan segala hikmah-Nya....! 


By. Satria hadi lubis

JANGAN PARSIAL

 


Dalam sebuah ceramahnya, seorang ustadz berkata: "Mereka yang berpolitik itu sudah benar gak sholatnya? Sudah sholat berjamaah tidak di mesjid? Sudah baca Qur'an gak? Perbaiki dulu deh ibadahnya, baru setelah itu berpolitik!"


Ucapan semacam ini sekilas kelihatannya benar, tapi akan lebih benar lagi jika seruannya seperti ini : "Mereka yang berpolitik itu sudah benar gak sholatnya? Sudah sholat berjamaah tidak di mesjid? Sudah baca Qur'an gak? Perbaiki dulu deh ibadahnya SAMBIL berpolitik!"


Ibadah dalam Islam itu luas pengertiannya, meliputi ipoleksosbudhankamrata (ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan rakyat semesta). Semuanya sama-sama penting. Bagi seorang muslim, politik tidak bisa ditinggalkan karena asyik mendahulukan ibadah mahdhoh (khusus). Begitu pun sebaliknya.


Walau tidak berpolitik praktis (dengan menjadi anggota parpol), suka atau tidak suka seorang muslim harus tahu kondisi kaum muslimin, membela kaum muslimin (baca: membela kemanusiaan) dan memahami makar mereka yang membenci Islam. Dan ini berarti berpolitik (high politics). Tidak boleh cuek.


Bukankah Allah sendiri yang memberitahu kita adanya orang-orang yang membenci Islam? "Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya" (Surat Ash-Shaf, Ayat 8).


Semuanya (termasuk berpolitik dan beribadah khusus) hanya ditujukan kepada Allah dan dalam rangka mencari ridho Allah swt. "Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam" (Surat Al-An'am, Ayat 162).


By. Satria hadi lubis

KECERDASAN BERAMAL SESUAI KAIDAH FIQIH


By. Satria hadi lubis 


Dalam kaidah fiqih, apa saja perbuatan seseorang dapat dikategorikan dalam 5 hal, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal makruh ke haram.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal mubah ke haram.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal wajib ke haram.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal mubah ke makruh.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal wajib ke makruh.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal makruh ke mubah.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal wajib ke mubah.


Ada orang yang hidupnya lebih banyak berpindah dari amal wajib ke sunnah.


Dan seterusnya...


Renungkan!

Dimana kamu lebih banyak menghabiskan waktumu dalam setiap hari?


Secerdas-cerdasnya manusia adalah mereka yang lebih banyak menghabiskan waktunya dalam amal wajib dan sunnah, sehingga dosanya semakin sedikit dan pahalanya semakin banyak.


“Sesungguhnya perkara pertama kali yang dihisab pada hari kiamat dari amal seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka sungguh dia beruntung dan selamat. Jika shalatnya buruk, maka sungguh dia celaka dan rugi. Jika terdapat suatu kekurangan pada shalat wajibnya, Allah Ta’ala berfirman, “Periksalah, apakah hamba-Ku memiliki IBADAH SUNNAH yang bisa menyempurnakan ibadah wajibnya yang kurang?” Lalu setiap amal akan diperlakukan sama seperti itu” (HR. Tirmidzi no. 413, An-Nasa’i no. 466, shahih).


“Allah Ta’ala berfirman, “Siapa saja yang memusuhi wali-Ku, maka aku mengumumkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dibandingkan amal yang Aku wajibkan kepadanya. Dan tidaklah hamba-Ku TERUS MENERUS MENDEKATKAN DIRI KEPADA-KU DENGAN AMAL-AMAL SUNNAH, sampai Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar; menjadi penglihatan yang dia gunakan untuk melihat; menjadi tangan yang dia gunakan untuk memegang; dan menjadi kaki yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, sungguh akan Aku beri. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku, sungguh akan Aku lindungi“ (HR. Bukhari no. 6502). 

OJEK RELIGIUS



By. Satria hadi lubis 


Kemaren naik ojek, ketemu dengan tukang ojek yang religius. Ketika saya tanya, "Tujuannya jauh loh.. pak". Saya tanya begitu karena tukang ojeknya sudah cukup berumur. Eh...malah beliau menjawab, "Sejauh-jauhnya tujuan kan masih di bumi pak", sambil senyum. "Orang kerja aja mau di tempati di Papua...apalagi cuman ngojek," tambahnya sambil tetap tersenyum.


"Saya bukan berdakwah loh pak!" Katanya lagi. Mungkin karena ngeliat jenggot tipis saya kali hehe...Tapi ternyata bapak ini sepanjang perjalanan seperti sudah biasa ngajak ngobrol penumpangnya dengan menyisipkan nilai-nilai dakwah.


Beliau cerita bahwa walau gak punya uang banyak, tapi tetap berusaha sedeqah setiap harinya. Ia juga mengajarkan anaknya kalau punya hajat apa pun sedeqah dulu, walau hanya 2 ribu perak.


Beliau juga selalu berusaha zikir sambil ngojek. Semoga dengan zikir terhindar dari kecelakaan, kata beliau. 


Di jalan juga beliau sopan dan mendahulukan  kendaraan lain. Beliau berprinsip kalau kita begajulan di jalan, maka orang lain akan marah dan mendoakan yang buruk kepada kita. Oleh sebab itu sebaiknya mengalah dan sopan di jalan, sehingga malah kita didoakan oleh orang lain untuk selamat.


Jadi prinsip beliau adalah doa dari orang lain itu penting untuk hidup seorang muslim.


Hebatnya beliau itu ngojek tanpa pakai GPS. Jadi percaya dengan penumpangnya dan selalu minta tolong penumpangnya untuk menunjukkan arah. Mungkin saking tawakalnya kali ya...hehe.


Jarang-jarang saya dapat tukang ojek model gini. Santun, ramah, religius dan tawakal.


Ketika azan berkumandang, dengan sopan ia minta izin kepada saya untuk sholat maghrib berjamaah di mesjid.


Lengkaplah sudah pelajaran hari itu.


Semoga tetap tawakal ya pak...tetap semangat untuk terus mengajarkan prinsip-prinsip kehidupan yang sederhana tapi penting dalam keberhasilan hablum minannas wa hablum minallah.

HIJRAH ITU SINGKATAN

 


By. Satria hadi lubis 


Tanggal 1 Muharam merupakan momen hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekah ke Madinah. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa hijrah Nabi saw.


Tapi, HIJRAH itu juga singkatan. Kepanjangan dari :


H-nya adalah : Hati yang selalu terpaut kepada Allah SWT.


"Dan dari manapun engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam, sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu...(Qs. 2 ayat 149).


I-nya adalah : Inisitiaf yang selalu menjauhi dosa. 

"Yaitu orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabbmu Mahaluas Ampunan-Nya" (Qs. 53 ayat 32).



J-nya adalah : Jejak Nabi saw yang selalu menjadi teladan.

"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah" (Qs. 33 ayat 21).


R-nya adalah : Ridho yang selalu diharapkan dari Allah.

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya" (Qs. 2 ayat 207).


A-nya adalah : Ambisi yang selalu mencari pahala.

"Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar. (Qs. 4 ayat 114).


H-nya adalah : Husnul khotimah yang selalu menjadi cita-cita tertinggi.

"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti" (Qs. 3 ayat 193).


Tanpa melakukan enam hal tersebut sulit bagi seseorang untuk dapat hijrah (berpindah) dari :


-Kekufuran kepada Islam

-Kegelapan kepada cahaya

-Kebatilan kepada kebenaran

-Keburukan kepada kebaikan 

-Kemunafikan kepada keimanan


"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus" (Qs. 2 ayat 256).


Hijrah itu tiap hari dan harus diupayakan dengan segenap daya upaya.

SYUKURI POTENSI IBADAHMU

 


By. Satria hadi lubis


Ada orang yang banyak sedekah tapi shalat malamnya malas.

Ada orang yang kencang tahajjudnya, tapi sedekahnya susah bukan main.

Ada orang yang rajin bukan main untuk taklim, tapi tilawahnya jarang sekali.

Ada yang tilawahnya semangat sekali, tapi susah sekali untuk shaum sunnah.


Dan lain-lain...


Syukuri saja potensi-potensi ibadah itu dan terus kerjakan, sebab:


1. Jarang ada orang yg hebat di semua cabang ibadah. Seringnya hebat pada suatu ibadah, tapi lemah pada ibadah lainnya. Maka, teruslah pertahankan kebaikan yang sudah ada.


2. Karena potensi kita memang terbatas, kecenderungan kita juga berbeda-beda, tidak  bisa diseragamkan.


Makanya pintu surga itu macam-macam, ada pintu shalat bagi yang ahli shalat, ada pintu sedekah bagi yang ahli sedekah, ada pintu ar-Rayyan bagi yang ahli shaum. Allah Maha Tahu...


Ibnu Mas'ud pernah ditanya, "Kenapa jarang shaum sunnah?"

Kata beliau, "saya kalau shaum jadi loyo tilawahnya, padahal tilawah adalah ibadah yang paling aku cintai. Jadi, beliau fokus pada tilawahnya karena memang disitu potensi beliau.


Imam Malik ketika diajak 'uzlah (menyepi dan fokus ibadah mahdhah) dan meninggalkan kesibukan mengajar oleh Abdullah al-'Umari, beliau jawab, "Allah membagi-bagikan amalan shalih kepada setiap orang seperti membagi-bagikan rezeki. Betapa banyak orang yang dimudahkan shalat tapi susah shaum, betapa banyak yang dimudahkan bersedekah tapi shaumnya jarang, bagiku menyebarkan ilmu adalah sebaik-baik amalan shalih, aku ridha atas kemudahan yang Allah berikan ini. Dan aku tidak merasa bahwa apa yang aku lakukan ini dibawah ibadah yg kamu lakukan. Aku berharap setiap kita dalam kebaikan dan ketaatan."


Yang patut disesali itu jika kita tidak tahu potensi ibadah kita atau sudah tahu tapi malas mengerjakannya. Lalu, melalui pintu surga mana kita akan masuk?

IRI YANG SALAH KAPRAH


By. Satria hadi lubis


LEBIH banyak orang yang iri bila melihat orang lain lebih besar gajinya, lebih tinggi pangkatnya, atau lebih banyak hartanya.


Tapi lebih jarang orang yang iri melihat orang lain lebih tinggi ilmunya. Lebih banyak amal sholihnya.


Kita tidak pernah iri bila melihat orang lain bangun di sepertiga malam, solat tahajud dan bermunajat.


Kita justru iri bila melihat orang lain ganti mobil baru dengan yang lebih mewah.


Kita jarang iri bila melihat orang lain bisa khatam Al'Quran sebulan dua kali.


Kita justru iri bila melihat orang lain jadi terkenal hanya karena konten receh di media sosial.


Ini iri yang salah kaprah. Yang akan menghancurkan potensi dan kemuliaan kita sebagai manusia ciptaan Allah.


Justru irilah terhadap orang yang lebih tinggi ilmunya, lebih banyak infaqnya dan lebih banyak ibadah serta amal sholihnya.


Rasulullah saw bersabda :  “Tidak diperbolehkan iri hati kecuali terhadap dua orang : Orang yang dikaruniai (ilmu) Al Qur’an oleh Allah, lalu ia membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakannya malam dan siang hari” (HR. Bukhari, Tarmidzi, dan Nasa’i).

"TERPERANGKAP" CINTA ANAK

 

By. Satria Hadi Lubis 


SAYA sudah berkali-kali menyekolahkan anak di pesantren. Bagi saya penting menyekolahkan anak di pesantren. Selain untuk mengajarkan kemandirian, tapi juga untuk meletakkan karakter dasar agama kepada anak. 


Saya percaya, seorang anak yang dulunya pernah nyantri di pesantren atau sekolah Islam lainnya suatu ketika akan kembali balik ke Islam, walau di masa remajanya pernah nakal. 


Itulah yang saya alami, yang mungkin juga dialami oleh mereka yang pernah bandel tapi sekarang berubah lebih baik karena dulu pernah nyantri atau sekolah agama.


Menyekolahkan anak di pesantren itu persis seperti orang jatuh cinta yang LDR (Long Distance Relationship). Berdebar-debar rasanya. Rindu tapi sadar betapa pentingnya menahan hal tersebut demi mencapai cita-cita mulia dari anak-anak kita. 


Apalagi kalau anaknya sedikit. Saya aja yang anaknya delapan merasakan hal tersebut. Awalnya sih bisa nahan....tapi lama-lama baper juga. Apalagi kalau sudah masuk ke grup WA orang tua wali murid yang sudah "ribut" dua bulan sebelum anaknya masuk pesantren.


Bermacam pertanyaan diajukan oleh orang tua wali murid tentang persiapan apa saja yang harus dibawa anaknya. Mereka begitu kuatir anaknya tidak siap dengan logistik selama di pesantren, terutama bagi ortu yang baru pertama kali menitipkan anaknya ke pesantren.


Masya Allah....begitulah cinta orang tua kepada anaknya. Mereka begitu kuatir dan cepat kangen dengan anaknya. Baru ditinggal kurang seminggu aja udah kangen. 


Wahai anak-anakku, para santri dimana pun engkau berada....begitulah "perilaku" ibumu dan ayahmu. Tertawa, menangis, tersenyum, teriak-teriak ketika melihat kamu di foto dalam kegiatan pesantren. "Perilaku yang kekanak-kanakan" disebabkan cinta kepadamu. 


Kami, orang tuamu, ingin tetap memeluk engkau, ingin tetap bercanda denganmu, seperti dulu ketika engkau kecil. Walau sebagian engkau setelah dewasa menolak halus jika dipeluk oleh ayah dan ibumu, yang sebenarnya  membuat kami sedih juga. 


Bagi kami, para orang tua, engkau tetaplah anak kecil selamanya, seperti dulu kami memandangmu di waktu kecil. Titipan Allah yang manis untuk kami, walau bagaimanapun perilakumu. 


Walau engkau beranjak dewasa kami tetap ingin "kekanak-kanakan" di depanmu. Itulah sebabnya kami merajuk minta ditemani di waktu tua kami. Itulah sebabnya kami berbicara lepas kepadamu ketika menegurmu. Apa adanya kami ngomong, yang mungkin menyakitimu (maaf ya nak...).


Jika demikian sikap kami kepadamu wahai anak-anakku.....tegakah engkau menyakiti kami karena kami "terperangkap" cinta kepadamu?


* Dalam rangka Hari Santri Nasional 2021. Kami bangga anak-anak kami menjadi santri Indonesia.

HIJRAH ITU...

 


By. Satria hadi lubis 


Hijrah itu...berani meninggalkan lingkungan dan teman yang buruk kepada lingkungan dan teman yang baik.


Hijrah itu...merubah mindset bahwa Tuhan itu bisa apa saja yang ditakuti, diikuti, diharapkan dan dicintai sama atau melebihi Allah. Dan itu adalah syirik yang perlu ditinggalkan.


Hijrah itu...mulai ikut pengajian (liqo'). Kaidahnya...setiap muslim harus punya beberapa guru agama (murobbi) sebagai coachnya ke arah kebaikan.


Hijrah itu...tak lagi melakukan kebiasaan lama jahiliyah, berganti dengan kebiasaan baru yang Islami.


Hijrah itu...mau menjadi pembela Islam dari para penghinanya dan tidak lagi bersikap "netral."


Hijrah itu....berpindah dari keegoisan memikirkan kepentingan pribadi menjadi kepedulian membantu umat.


Hijrah itu...memakai jilbab dari yang tadinya "telanjang."


Hijrah itu...membaca doa di setiap aktivitas harian. Mulai bangun pagi sampai tidur lagi di malam harinya.


Hijrah itu....mulai sholat wajib tepat waktu. Takut meninggalkan sholat wajib. Syukur-syukur melengkapinya dengan ibadah-ibadah sunnah, seperti tahajud, dhuha, baca Qur'an, dan lain-lain.


Hijrah itu....banting stir meninggalkan transaksi riba menuju transaksi halal wat thoyyibah.


Hijrah itu....berani meninggalkan profesi dan penghasilan haram atau korup menuju kepada pekerjaan yang diridhoi Allah subhanallahuwata'ala.


Hijrah itu...segera menikah setelah sekian lama kekeh menjomblo. Berani menikah tanpa pacaran, tanpa menunggu mapan terlebih dahulu. 


Hijrah itu... berani memutuskan pacar atau ajak dia nikah segera. Berlama-lama pacaran berarti berlama-lama menikmati dosa.


Hijrah itu...kembali mencintai pasangan dan anak-anak serta menjadikan mereka sebagai mutiara kehidupan, dengan penuh tanggung jawab. 


Hijrah itu...mencopot dekor rumah yang ada patung atau lukisan hidup, serta tidak memelihara anjing agar rumah dapat dimasuki malaikat Rahmat.


Hijrah itu....mulai berdakwah  dan berani menjadi murobbi, dari yang tadinya minder mengajak orang lain ke arah Islam dan pengajian.


Hijrah itu....berpikir, berperasaan dan berbuat yang Islami, serta selalu menjaga ketiga dimensi tersebut dari godaan syetan yang terkutuk. Marah dan bencinya sesuai ajaran agama.


Hijrah itu...berani membuang rasa dendam dan sakit hati menuju fokus melakukan kebaikan dengan ikhlas dan tawadhu'.


Hijrah itu...bersaing dengan diri sendiri untuk semakin baik dari hari ke hari menuju hamba yang diridhoi Allah azza wa jalla.


Hijrah itu sekarang!

Jangan ditunda dan jangan dianggap sepele. Dengan melakukan taubatan nasuha karena kematian semakin dekat sedang jatah umur terus berkurang.


Hijrah itu....bukan hanya sekedar mengucapkan selamat tahun baru hijriyah. Namun memahami mengapa para sahabat nabi menetapkan tahun baru Islam pada saat Nabi saw hijrah dari Mekkah ke Madinah, yaitu agar umat selalu mempunyai semangat hijrah dalam hidupnya.


Semangat untuk menjadi muhajir (orang yang hijrah), orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah. 


"Seorang muslim adalah

orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah" (HR Bukhari dan Muslim).


Hijrah itu...silakan sahabat FB membuat tekad sendiri. Di tahun baru 1443 ini, sahabat mau hijrah dari apa menuju apa?...🙏

HIDUP ADALAH MELEMPAR JUMROH

 

Hajimu tidak sah tanpa melempar jumroh

Jumroh tempat tiang pelemparan dimana setan bercokol


Melempar jumroh simbol melawan setan

Proklamasi manusia untuk  memusuhi setan yg nyata 


Berkali-kali melempar pada tiang berbeda 

Tanda bahwa setan berkali-kali menggoda dengan berbagai bentuk 


Tidak boleh kalah dan lelah melawan setan

Seperti setan juga tak pernah lelah dan putus asa menggoda manusia


Jika lelah melawan setan 

Maka mengadulah kepada Allah dengan ibadahmu 


Itulah sebabnya setiap haji wajib mabit di Mina di hari-hari tasyrik

Tempat untuk diam ibadah dan mengumpulkan tenaga bertempur melawan setan esok harinya 


Lempar jumroh simbol melempar kehinaan hawa nafsu manusia

Tempat setan bercokol di hati manusia


Tujuh kerikil melambangkan beragam nafsu : harta, tahta, wanita/pria, ketenaran, dan syahwat bersenang-senang 

Semuanya harus dicampakkan dibawah kehambaan kepada Allah 


Hidup adalah pertempuran abadi melawan setan

Pertempuran menang atau kalah, bahagia atau sengsara, surga atau neraka


Hidup adalah melempar jumroh

Melempar hawa nafsu tempat setan bercokol


Proklamasi melawan setan habis-habis

Agar bebas dan bahagia bersama iman dan Islam 


Teringat pesan Hasan al Basri : 

Jika engkau ingin lurus dan tenang. Durhakai hawa nafsumu. Durhakai setanmu!


By. satria hadi lubis

PURA-PURA BAHAGIA

 


By. Satria hadi lubis


Di sebuah kajian saya pernah ditanya, setelah saya menjelaskan bahwa menjadi muslim yang istiqomah maka kita akan bahagia, sesuai dengan firman Allah : 


"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu” (Qs. 41 ayat 30).


Tiga imbalan istiqomah yang disebut ayat tersebut, yaitu tidak takut, tidak bersedih dan masuk surga adalah kata lain dari bahagia. Sebab sumber ketidakbahagiaan itu adalah lawan dari tiga imbalan tersebut, yakni ketakutan, kesedihan dan masuk neraka.


Pertanyaan dari salah seorang peserta dalam kajian itu adalah apakah seorang yang istiqomah itu betul-betul bahagia atau pura-pura bahagia?


Saya menjawab, bahwa memang orang yang istiqomah itu betul-betul bahagia, bukan pura-pura bahagia. 


Orang yang pura-pura bahagia itu hanya lahirnya saja tampak bahagia, misalnya suka  tersenyum, wajahnya ceria, atau penampilannya cantik dan rapi. Namun batinnya kosong dan kesepian karena merasa sendirian, sehingga mudah sedih, mudah takut kehilangan, dan merasa tidak aman (insecure).


Orang yang istiqomah justru merasa kaya batinnya, tidak membutuhkan apa pun kecuali Allah, sehingga ia tidak takut dan tidak mudah bersedih. Ia yakin semuanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ia yakin Allah akan memberikannya hidayah kebaikan dan ujung hidupnya juga akan menjadi baik (masuk surga).


Orang yang istiqomah betul-betul bahagia karena mengagungkan Allah semata. Walau jalan hidupnya penuh dinamika, kadang sulit kadang mudah, kadang ditimpa musibah seperti yang dialami oleh para nabi dan rasul serta orang-orang sholih, tapi mereka bahagia dengan pilihan hidupnya yang hanya tergantung kepada Allah SWT.


Jadi betul-betul bahagia itu bukan berarti hidup kita selalu enak dan nyaman secara lahiriah, tetapi bisa juga hidup yang penuh ujian, tetapi hatinya tidak takut dan tidak bersedih, karena yakin ada Allah yang selalu meridhoi perbuatannya.


Seperti yang dikatakan para ulama salaf tentang kebahagiaan mereka.


لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ


“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan (kebahagiaan) yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang (untuk merebutnya)” (Rawai’ut Tafsir Ibnu Rajab 2/134, Darul ‘Ashimah, cet.I, 1422 H, Syamilah).


Sebaliknya, orang yang pura-pura bahagia adalah orang-orang yang mengambil jalan-jalan selain jalan para nabi dan rasul, serta orang-orang sholih. Mereka pura-pura bahagia, yang menipu orang lain dan menipu diri mereka sendiri. Wallahu'alam.

BETAPA BANYAK...

 


By. Satria hadi lubis 


BETAPA banyak orang yang berusaha agar tidak kesepian di dunia. Namun sedikit yang berusaha agar tidak kesepian di alam kubur.


Padahal hidup di dunia hanya puluhan tahun. Sedang hidup di alam kubur bisa ribuan tahun (sampai kiamat datang).


BETAPA banyak orang yang menghabiskan waktunya untuk mengejar kesenangan dan kenyamanan. Namun sedikit yang menghabiskan waktunya untuk perjuangan menegakkan kebenaran.


Padahal kesenangan dan kenyamanan itu fana, dan berujung kenestapaan di akhirat. Sedang perjuangan menegakkan kebenaran itu akan berujung pada keselamatan abadi di akhirat (walau jalannya pedih dan sulit). 


BETAPA banyak orang yang sibuk mencari perhatian dan pujian orang lain, namun sedikit yang berusaha mencari perhatian dan pujian Allah SWT.


Padahal mencari perhatian dan pujian manusia adalah cara sederhana untuk mudah sakit hati. Sedang mencari perhatian dan pujian Allah adalah cara sederhana untuk mudah berbesar hati.


BETAPA banyak orang yang ambisinya memburu harta dan kemewahan, bahkan dengan cara tercela. Namun sedikit yang memburu pahala dan kesederhanaan hidup.


Padahal harta dan kewewahan adalah kesusahan dalam hisab di hari kiamat. Sedang pahala dan kesederhanaan hidup adalah kemudahan dalam hisab di hari kiamat.


BETAPA banyak orang yang mengerjakan hal-hal yang receh dari hari ke hari. Namun sedikit yang mengerjakan hal-hal besar yang justru akan ditanyakan Allah nanti di akhirat.


Padahal mengerjakan hal-hal yang receh itu tidak menambah pahala, hanya menyia-nyiakan waktu yang sudah singkat ini. Sedang mengerjakan hal-hal besar menambah tabungan pahala dan membuat kita selamat dari pertanggungjawaban di akhirat. 


BETAPA banyak orang yang takut mati, tapi malas-malasan dalam hidup. Namun sedikit yang berani mati dan berani hidup (punya optimisme dan giat dalam hidup). 


Padahal, suka atau tidak suka, kematian akan datang. Sedang surga yang abadi itu hanya milik mereka yang giat mencari pahala dan sibuk mencari ridho Allah.


 وَاِنْ تُطِعْ اَكْثَرَ مَنْ فِى الْاَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنْ هُمْ اِلَّا يَخْرُصُوْنَ 


"Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan" (Qs. 6 ayat 116).

CINTA YANG DINAMIS

 


Suatu ketika, seorang sahabat mendatangi Amirul Mukminin Umar bin Khatab ra yang waktu itu sedang duduk santai di bawah pohon kurma.


"Wahai amirul mukminin, aku minta izin kepadamu untuk menceraikan istriku" ujar sahabat tersebut kepada Umar ra. "Mengapa engkau ingin menceraikan istrimu?" Umar bertanya. Lalu sahabat itu menjawab, "Karena aku tidak lagi mencintainya". Mendengar jawaban tersebut Amirul Mukminin Umar bin Khatab yang tadinya duduk santai langsung berdiri dan dengan marah ia berkata, "Jika gara-gara tidak lagi mencintai istrimu engkau ingin menceraikannya, maka sungguh akan banyak keluarga lain yang akan melakukannya!" 


Umar ra tidak setuju jika perceraian terjadi hanya gara-gara tidak ada lagi cinta di antara suami isteri. Apalagi jika bercerai itu gara-gara masalah sepele yang kualitasnya di bawah cinta, seperti masalah ekonomi, cara komunikasi, atau karakter yang berbeda. 


Umar paham, di dalam setiap keluarga akan terjadi cinta yang dinamis. Benci dan cinta datang silih berganti, baik kepada pasangan maupun kepada anak. Cinta bergerak fluktuatif tergantung kualitas interaksi anggota keluarga. 


Cinta yang mati masih dapat ditumbuhkan dengan banyak melakukan "setoran" kebaikan, seperti tersenyum, menatap mesra, sentuhan, kata-kata sayang, perbuatan baik, kejujuran, kesetiaan dan penghargaan. Semakin sering dan berkualitas "setoran" kebaikannya maka semakin megah cinta yang akan terbangun. Begitu pun sebaliknya, semakin jarang "setoran" kebaikan maka akan semakin rapuh bangunan cinta tersebut. Bahkan bisa berubah menjadi benci, jika yang dilakukan adalah "setoran" keburukan, seperti berkata kasar, sering mengungkit kekurangan, jarang menyentuh dan berkata mesra, tidak menghargai, berbohong dan tidak setia.


Jika perceraian terjadi hanya gara-gara tidak lagi mencintai pasangan maka berarti kita sudah "mematikan" perasaan cinta yang pada hakekatnya dinamis. Mendahului takdir Allah tentang perasaan cinta dan benci kepada setiap anak manusia, yang mungkin berubah di masa depan. 


Lebih jauh lagi bisa membuat pelakunya menjadi syirik. Sebab benci dan cinta yang permanen dan sampai mati itu hanya kepada Allah SWT. Sedang kepada selain Allah, benci dan cinta itu dinamis. Itulah sebabnya Rasulullah saw bersabda:


"Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya,

boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci.

Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya,

boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai” (HR. Muslim).


By. Satria Hadi lubis

Jumat, 26 Agustus 2022

TUJUAN PUASA BUKAN HANYA TAQWA



Para ustadz dan khotib selalu mengingatkan bahwa tujuan ibadah puasa adalah "la'allakum tattaqun" (agar kamu bertaqwa). Yang diambil dari surat al Baqarah ayat 183.


Namun sebenarnya bukan hanya taqwa tujuan dari ibadah puasa. Dalam ayat selanjutnya, al Baqarah ayat 185 disebutkan tujuan lainnya, agar kamu bersyukur. 


شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu BERSYUKUR”


Menurut ayat tsb, tujuan puasa juga agar manusia bersyukur. Bersyukur karena Allah menghendaki kemudahan bagi kita, bukan kesulitan. Itulah syariat ibadah puasa yg membolehkan kita berbuka jika sakit atau dalam perjalanan (di qodho pada hari yg lain). Juga bersyukur atas pemberian-Nya berupa Al Quran yang memudahkan hidup manusia. "Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu agar engkau menjadi susah" (Qs. Surat Thoha ayat 2). 


Al Qur'an yang mudah ini diturunkan pada bulan Ramadhan di malam nuzulul Qur'an. Kemudian diberikan kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril selama 23 tahun. 


Al Qur'an yang mudah dan tidak menyulitkan manusia ini harus disikapi dengan rasa syukur oleh seluruh umat manusia. Jika diawali dengan rasa syukur, maka Al Quran akan diterima dengan lapang dada, sehingga dengan mudah bisa menjadi petunjuk dan penjelas dari petunjuk tsb serta mampu menjadi furqon (pembeda) bagi orang-orang yang mengikutinya.


Jika ada di antara kaum muslimin yang merasa berat menjalankan syariat Islam, termasuk menjalankan ibadah puasa, maka hal itu disebabkan kurang bersyukur atas nikmat Allah berupa Al Qur'anul Karim. Tidak paham bahwa dgn al Quran justru hidup makin mudah. Aturan dan konsep buatan manusia lah yg membuat hidup menjadi rumit dan susah. Terkungkung dengan berbagai tradisi dan gengsi atas nama kebendaan. Takut dan berharap kepada banyak hal. Namun jika menjadikan al Quran sebagai aturan hidup kita. Al Qur'an dusturuna. Hidup menjadi lebih mudah. Takut dan berharap hanya kepada Allah semata. Tidak lagi pusing oleh berbagai hal yang remeh yg dibuat oleh budaya manusia. Yang mengorbankan perasaan, pikiran dan jasmani secara sia-sia.


Inilah hakekat diturunkannya Al Qur'an, agar manusia mudah menjalani hidup. Menjadi freeman (manusia bebas). Karena hidupnya hanya untuk ibadah saja. "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" (Qs. 51 : 56). Disitu manusia mereguk kebahagiaan sejati. Atas nama syukur kepada Allah yg telah menurunkan al Qur'an yang mudah dan membebaskannya.


By. Satria Hadi lubis 

PERCIKAN HIKMAH

 


By. Satria hadi lubis 


Jika engkau ingin diperhatikan, buatlah orang membencimu. Jika engkau ingin dihormati, buatlah orang mencintaimu.

------


Betapa banyak orang sakit hati karena perkataan yang buruk daripada perbuatan yang buruk.

-------


Orang kaya adalah orang yang senang memberi, seberapa sedikit pun hartanya. Orang miskin adalah orang yang kikir memberi, seberapa banyak pun hartanya.

-------


Orang yang berani adalah orang yang takut tapi tetap melangkah.

------


Orang kuat adalah orang yang keras memperbaiki diri sendiri dan pemaaf terhadap kesalahan orang lain. Orang lemah adalah orang yang malas memperbaiki diri, tapi keras menyalahkan orang lain.

--------


Apa yang ditahan di dunia, maka kelak akan diberikan di surga. Itulah sebabnya kita disuruh menahan hawa nafsu. Sebab nanti di surga kita akan mendapatkan segala keinginan. Maka bersabarlah barang sejenak....wahai diri!

KEDUDUKANMU SEBAGAIMANA DIA MELETAKANMU



By. Satria hadi lubis

 

Apabila kamu ingin mengetahui kedudukanmu di sisi Allah; lihatlah di mana Dia meletakkanmu

 

Jika Dia menyibukkanmu dengan dzikir; ketahuilah bahwasanya Dia berkehendak untuk mengingatmu..


Jika Dia menyibukkanmu dengan al-Quran; ketahuilah bahwasanya Dia berkehendak untuk berbicara denganmu..


Jika Dia menyibukkanmu dengan berbagai ketaatan; ketahuilah bahwasanya Dia ingin mendekatimu..


Jika Dia menyibukkanmu dengan dunia; ketahuilah bahwa Dia ingin menjauhimu..


Jika Dia menyibukkanmu dengan manusia; ketahuilah bahwasanya Dia menghinakanmu..


Jika Dia menyibukkanmu dengan doa; ketahuilah bahwasanya Dia Ingin memberimu..


Jadi lihatlah keadaanmu: kamu sibuk dengan apa... karena kedudukanmu sebagaimana Dia meletakkanmu.


*NasehatDiri

MUSLIM SUMBU PENDEK

 

By. Satria hadi lubis 


Sebagian kaum pembenci Islam (Islamophobia) menuduh kaum muslimin yang cepat bereaksi ketika Islam dihina dengan sebutan muslim "sumbu pendek." Misalnya dalam kasus rendang babi atau penghinaan politikus India Nupur Sharma yang viral baru-baru ini.


Sebutan muslim "sumbu pendek" adalah ejekan tentang orang Islam yang emosional, cepat marah, tidak berpikir panjang dan bodoh karena segera bereaksi jika Islam atau simbol-simbolnya dihina. Lalu kaum Islamophobia itu menambahkan dengan kata-kata "Allah itu tidak perlu dibela", "Rasulullah sendiri tidak marah ketika dihina," dan kalimat semisalnya. 


Lalu bagaimana sikap yang benar?


Dalam Islam sendiri, kita diajarkan untuk menjadi muslim yang memiliki ghiroh (kecemburuan) terhadap Islam. Dalam bukunya yang berjudul Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam (1983), Buya Hamka menjelaskan bahwasanya ghirah itu adalah perasaan cemburunya orang beriman. Juga bisa diartikan sebagai sebuah semangat (pembelaan). Bahkan, beliau menggambarkan ghirah Islam sebagai nyawanya umat muslim. Sampai-sampai beliau menganggap umat Islam yang kehilangan ghirah Islam itu seperti mayat. Bila hal itu terjadi, kata beliau, "Ucapkanlah takbir empat kali kepada orang Islam itu. Sediakan kain kafannya lalu masukkan ke dalam keranda dan hantarkan ke kuburan!"


Muslim yang memiliki ghiroh akan bersegera membela jika Islam dihina, Allah SWT dihujat, Rasulullah saw dinista dan Al Qur'an diinjak-injak. Mereka tak peduli jika disebut muslim "sumbu pendek" atau sebutan lainnya yang semisal. Mereka lebih takut kepada hisab Allah SWT, dan lebih khawatir jika diam saja maka penghinaan terhadap Islam makin menjadi-jadi.


Sebab bagi muslim yang mempunyai ghiroh sikap membela Islam jauh lebih utama daripada diam dan takut disebut muslim "sumbu pendek." Rasulullah saw bersabda,


لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خالفهم إلى يوم الْقِيَامَةِ


“Pasti senantiasa ada segolongan umatku yang memperjuangkan kebenaran, tiada membahayakan mereka orang-orang yang menghina mereka dan tiada pula orang-orang yang menentang mereka sampai hari kiamat” (HR. Muslim).


Untuk saat inipun jika umat Islam diam saja ketika Islam dihina maka Allah 'ajja wa jalla pasti akan mendatangkan orang-orang yang jauh lebih baik dan tangguh dalam membela Islam.


وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ


"Dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan mengganti kalian dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kalian ini" (QS. Muhammad: 38).


Sekalipun manusia meninggalkan agama atau syariat Islam bahkan murtad, pasti Allah mendatangkan kembali kaum yang jauh lebih baik dan lebih kokoh dalam beragama Islam dan membela ajaran Islam.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ. 


"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui"

(QS. Al-Maidah: 54).


"Allah berfirman menceritakan tentang kekuasaan-Nya Yang Maha Besar, bahwa barang siapa yang memalingkan diri tidak mau menolong agama Allah dan menegakkan syariat-Nya, sesungguhnya Allah akan menggantikannya dengan kaum yang lebih baik daripadanya, lebih keras pertahanannya serta lebih lurus jalannya" (Lihat Tafsir Ibnu Katsir).


Dari ayat ini juga bisa diambil kesimpulan bahwa ciri kaum yang akan mempertahankan agama Islam adalah mereka mencintai Allah dan Allah pun mencintai mereka karena mereka sangat komitmen terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, mereka memiliki sifat kasih sayang terhadap umat Islam dan tegas terhadap orang-orang kafir alias tidak bermesraan dan bersekongkol dengan orang-orang kafir dalam perkara agama, mereka berjihad dan berjuang di jalan Allah dan mereka tidak pernah takut dari segala bentuk ancaman dan hinaan dari siapapun.


Yang jadi persoalan adalah apakah masing-masing diri kita ini termasuk kaum yang digantikan (karena diam saja dan tidak membela Islam) atau kaum yang menggantikan (yakni muslim yang membela Islam dan mengamalkan Islam)?


Semoga Allah yang Maha Perkasa senantiasa menjaga agama Islam dan menjadikan diri-diri kita sebagai para pembela Islam.

AKU MENCINTAIMU TANPA SYARAT



Aku mencintaimu tanpa syarat, layaknya waktu berlalu tanpa terasa dan kau tetap disampingku dalam ombak kehidupan


Aku mencintaimu tanpa syarat, seperti kulitku yang makin menua dan kau menerima semua kekuranganku


Aku mencintaimu tanpa syarat, ibarat mata memandang mata, tapi yang bicara adalah hati yang putus asa untuk menjadi angkuh kepadamu


Aku mencintaimu tanpa syarat, tanpa kata walaupun, dan tetapi, karena apalah arti itu semua jika syarat telah menjadi rela


Aku mencintaimu tanpa syarat, yang tak lagi peduli apakah kau tahu atau tidak, apakah kau akan membalasnya apa tidak 


Aku mencintaimu tanpa syarat, dengan keyakinan cintamu dan aku ada dalam genggaman Sang Kekasih yang tersenyum dengan ridho-Nya


Aku mencintaimu tanpa syarat, maka jadilah dirimu apa adanya


By. Satria hadi lubis

ETISKAH DIGAJI BESAR?



By. Satria hadi lubis 


Saya mengajar mata kuliah Etika Bisnis sejak lama di PKN STAN. Salah satu yang diajarkan adalah bahwa di dalam sebuah negara ada tiga sektor, yaitu Public Sector, Private Sector dan Third Sector.


Public Sector adalah pemerintah dengan segala perangkatnya yang bertujuan melayani masyarakat (non profit oriented). Private Sector adalah segala entitas bisnis yang bertujuan mendapatkan laba (profit oriented). Lalu ada Third Sector (sektor ketiga) berupa masyarakat luas dengan segala organisasinya, seperti ormas, yayasan, LSM, yang bertugas melakukan pengawasan terhadap dua sektor lainnya dan bertujuan non profit. 


Tujuan Third Sector dan Public Sector adalah sama, yaitu public service (bukan profit oriented), sehingga kepada dua sektor ini berlaku filosofi dan karakteristik organisasi yang sama. Perbedaannya hanya Third Sector dibiayai mandiri oleh masyarakat dan Public Sector dibiayai oleh keuangan negara.


Jadi, standar penghasilan orang-orang yang bekerja di yayasan atau lembaga filantropi jangan dibandingkan dengan karyawan atau direksi di Private Sector yang tujuannya memang mencari laba (profit oriented). Namun bandingkan  dengan sesama organisasi non profit lainnya, termasuk (mungkin) membandingkan  dengan penghasilan pegawai atau pejabat pemerintah (yang organisasinya sama-sama non profit).


Maka jika ada lembaga filantropi di Indonesia yang pimpinannya digaji sampai ratusan juta tentu ini menjadi kurang etis. Pejabat pemerintah setingkat eselon 1 atau menteri saja gaji take home pay, nya tak sampai ratusan juta (setahu saya maksimal 60 jutaan). Padahal area layanan dan beban kerja sebuah kementerian lebih luas dan berat dari layanan sebuah lembaga filantropi.


Lalu jika ada yang beranggapan pimpinan lembaga filantropi digaji besar demi profesionalitas, jawabannya tifak tepat. Kalau bekerja di sektor privat (bisnis) tidak mengapa digaji ratusan juta, apalagi entitas bisnis lainnya juga lazim memberikan gaji ratusan juta kepada pimpinannya. Namun jika bekerja di sektor publik, seperti lembaga filantropi, maka filosofi kerjanya berbeda. Profesionalitas di lembaga non profit ukurannya bukan besarnya gajinya, tapi dari kerjanya yang ikhlas dan tulus mengabdi kepada masyarakat. 


Oleh karena itu, bagi mereka yang mau bekerja di Public Sector (seperti PNS, pejabat negara dan politikus) serta di Third Sector (seperti relawan, pegawai atau pimpinan LSM/yayasan) harus siap mental dari awal bahwa tujuan mereka bekerja bukan untuk menjadi orang kaya, tapi untuk mengabdi kepada masyarakat. Kalau ingin kaya, bekerjalah di sektor bisnis. Sebab jika salah niat dan orientasi, mereka yang bekerja di sektor publik akan rentan melakukan pelanggaran etis dan berbagai tindakan moral hazard lainnya