Suatu ketika, seorang sahabat mendatangi Amirul Mukminin Umar bin Khatab ra yang waktu itu sedang duduk santai di bawah pohon kurma.
"Wahai amirul mukminin, aku minta izin kepadamu untuk menceraikan istriku" ujar sahabat tersebut kepada Umar ra. "Mengapa engkau ingin menceraikan istrimu?" Umar bertanya. Lalu sahabat itu menjawab, "Karena aku tidak lagi mencintainya". Mendengar jawaban tersebut Amirul Mukminin Umar bin Khatab yang tadinya duduk santai langsung berdiri dan dengan marah ia berkata, "Jika gara-gara tidak lagi mencintai istrimu engkau ingin menceraikannya, maka sungguh akan banyak keluarga lain yang akan melakukannya!"
Umar ra tidak setuju jika perceraian terjadi hanya gara-gara tidak ada lagi cinta di antara suami isteri. Apalagi jika bercerai itu gara-gara masalah sepele yang kualitasnya di bawah cinta, seperti masalah ekonomi, cara komunikasi, atau karakter yang berbeda.
Umar paham, di dalam setiap keluarga akan terjadi cinta yang dinamis. Benci dan cinta datang silih berganti, baik kepada pasangan maupun kepada anak. Cinta bergerak fluktuatif tergantung kualitas interaksi anggota keluarga.
Cinta yang mati masih dapat ditumbuhkan dengan banyak melakukan "setoran" kebaikan, seperti tersenyum, menatap mesra, sentuhan, kata-kata sayang, perbuatan baik, kejujuran, kesetiaan dan penghargaan. Semakin sering dan berkualitas "setoran" kebaikannya maka semakin megah cinta yang akan terbangun. Begitu pun sebaliknya, semakin jarang "setoran" kebaikan maka akan semakin rapuh bangunan cinta tersebut. Bahkan bisa berubah menjadi benci, jika yang dilakukan adalah "setoran" keburukan, seperti berkata kasar, sering mengungkit kekurangan, jarang menyentuh dan berkata mesra, tidak menghargai, berbohong dan tidak setia.
Jika perceraian terjadi hanya gara-gara tidak lagi mencintai pasangan maka berarti kita sudah "mematikan" perasaan cinta yang pada hakekatnya dinamis. Mendahului takdir Allah tentang perasaan cinta dan benci kepada setiap anak manusia, yang mungkin berubah di masa depan.
Lebih jauh lagi bisa membuat pelakunya menjadi syirik. Sebab benci dan cinta yang permanen dan sampai mati itu hanya kepada Allah SWT. Sedang kepada selain Allah, benci dan cinta itu dinamis. Itulah sebabnya Rasulullah saw bersabda:
"Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya,
boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci.
Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya,
boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai” (HR. Muslim).
By. Satria Hadi lubis