Sabtu, 22 September 2018
CINTA YANG DINAMIS
Namanya Atikah binti Zaid. Seorang wanita cantik rupawan dan seorang gadis sholihah dari keluarga sangat kaya raya. Hidup di masa Rasulullah saw. Saudaranya, Said bin Zaid adalah salah satu dari sepuluh orang sahabat Nabi yg dijanjikan masuk surga.
Atikah menikah dengan Abdullah, anak dari Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Abdullah sangat memuliakan, menghormati dan menjaganya. Terlena dengan kecantikan dan cintanya kepada Atikah, Abdullah melalaikan tanggungjawabnya kepada Allah. Masjid tidak lagi dikunjungi tiap kali waktu shalat, meninggalkan shalat berjamaah yang sebelumnya sering dilakukannya, meninggalkan peperangan dan perniagaan.
Pada suatu hari, Abu Bakar lewat di depan rumah Abdullah untuk pergi bersama-sama shalat di masjid. Namun apabila terlihat olehnya anaknya sedang bermesraan dengan istrinya dengan lembut dan romantis, Abu Bakar membatalkan niatnya dan meneruskan perjalanan ke masjid. Setelah selesai menunaikan shalat, Abu Bakar sekali lagi melalui jalan di rumah anaknya . Alangkah kesalnya Abu Bakar apabila beliau mendapati anaknya masih bersenda gurau dengan istrinya sebagaimana sebelum menunaikan shalat dimasjid. Kemudian Abu Bakar segera memanggil Abdullah. Dia Bertanya
” Wahai Abdullah, apakah kamu shalat berjamaah?”
Tanpa berhujjah panjang Abu Bakar berkata,
” Wahai Abdullah, Atikah telah melalaikan kamu dari kehidupan dan pandangan hidup, malah dia juga telah melupakan kamu dari shalat fardhu, ceraikanlah dia!”.
Demikianlah perintah Abu Bakar kepada Abdullah. Suatu perintah ketika mendapati anaknya melalaikan hak Allah. Ketika beliau melihat Abdullah terpesona keindahan dunia sehingga menyebabkan semangat juangnya luntur. Tanpa membuat dalih, Abdullah mengikuti perintah ayahandanya dan menceraikan istri yang cantik dan dicintainya. Subhanallah!
Perceraian ini membuat Abdullah sakit. Lalu dia merangkum sebuah syair untuk Atikah. Kemudian Abu Bakar pun menyuruhnya untuk rujuk kembali. Atikah dan Abdullah pun belajar dari kesilapan lalu, supaya tidak meletakkan cinta antara mereka melebihi cinta kepada Allah.
Abdullah ra wafat dalam medan juang, syahid selepas Perang Tha'if, semoga Allah merahmatinya.
Sepeninggal suami yang dicintainya, banyak sahabat yang meminang Atikah tapi semua ditolaknya sampai akhirnya Umar bin Al-Khattab melamarnya. Maka Atikah menikah dengan Umar yang dicintainya sepenuh hati. Umar Al-Khattab akhirnya syahid ditikam seorang Majusi bernama Lu’lu’ ketika sholat.
Setelah Umar meninggal dunia dan habis massa iddahnya, dia menikah lagi dengan Zubair Bin Awwam yang juga dicintainya sepenuh hati. Az-Zubair meninggal dunia, syahid setelah dibunuh secara zalim dalam Perang Jamal di Wadi siba’.
Setelah itu, Atikah dilamar oleh Ali bin Abu Thalib. Kemudian Ali mengatakan :”Siapakah yang menyukai mati syahid di masa mendatang, maka hendaklah dia menikah dengan Atikah” karena memang semua suaminya meninggal dalam keadaan terbunuh. Atikah meminta Ali tidak berperang jika ingin menjadi suaminya. Akhirnya Ali pun urung dan digantikan oleh anaknya Husain. Saat itu, Atikah sudah berusia 50 tahun. Kemudian dia dinikahi Husain bin Ali yang usianya jauh lebih muda darinya. Husain ra juga terbunuh syahid di padang Karbala.
Sungguh tak terbayang kecantikan dan akhlak seorang Atikah sampai Allah menghadiahkannya empat orang suami yang semuanya mati syahid.
Ini karena Atikah mampu menempatkan cintanya secara permanen hanya kepada Allah. Sedang cinta kepada selain Allah itu dinamis. Tidak usah permanen dan lebay. Atikah seorang yg bertauhid dan tidak mau menjadi syirik karena mencintai suaminya lebih dari cintanya kepada Allah.
Selama suaminya masih hidup ia mencintai suaminya dan berbakti kepadanya. Namun ketika suaminya meninggal ia dgn ikhlas melepaskannya dan siap untuk mencintai suami barunya seperti ia mencintai suami terdahulunya.
"Hukum" cinta yang dinamis milik Atikah mungkin tidak akan nyambung dgn kisah cinta "sampai mati" yg dicekoki oleh sinetron/film romantis di zaman sekarang. Dimana seseorang sangat mencintai pasangannya tanpa bisa berpindah ke lain hati. Sampai ada yg rela kesepian seumur hidup karena tidak mau menikah lagi atas nama cinta sejati.
Padahal kalau direnungkan itu bukan cinta sejati, tapi cinta yg tidak proporsional. Sebab yg permanen dan tidak boleh ke lain hati hanya cinta kita kepada Allah swt. Sedang cinta kita kepada selain Allah harusnya dinamis. Cintai dan syukuri ketika ia ada. Lupakan dan cari cinta baru ketika ia pergi. Berani move on..seperti Atikah sang wanita sholehah yang kelak di akhirat akan mendapatkan syafaat dari empat suaminya yang hebat dan mulia itu.
Pelajaran bagi kita semua. Cintai Allah secara permanen dan cintai selain Allah secara dinamis agar kita bertauhid dan bahagia. Bukannya syirik (mempersekutukan Allah) dan sengsara atas nama cinta sejati.
By. satria hadi lubis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar