Sabtu, 22 September 2018

SETIAP KITA PUNYA ISMAIL



Allah swt membuat syariat  Idul Qurban tentu bukan untuk acara seremonial belaka. Tapi ada banyak makna (pelajaran) di dalamnya. Antara lain, kisah penyembelihan Nabi Ismail as.

Sebagaimana kita ketahui, Nabi Ibrahim as diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail sebagai ujian cinta dari Allah swt, apakah Nabi Ibrahim meletakkan cintanya kepada Allah lebih tinggi daripada anaknya atau tidak. Jika lebih tinggi, ia akan  patuh pada perintah Allah walau harus mengorbankan anak yg dicintainya, Ismail as. Terbukti, Nabi Ibrahim lulus dari ujian tsb, sehingga Allah mengganti penyembelihan Nabi Ismail as dengan seekor qibas.

Ujian Nabi Ibrahim bukanlah eksklusif miliknya, setiap kita pasti akan diuji dengan ujian cinta seperti Nabi Ibrahim as. Apakah kita mencintai Allah lebih tinggi atau lebih rendah daripada selain Allah. Ujian ini datang setiap saat dan tidak hanya sekali.

Peristiwa kehilangan yang kita alami sepanjang hidup pada hakekatnya adalah ujian cinta dari Allah. Kehilangan sanak keluarga, harta benda, kekasih bahkan sandal jepit sekali pun adalah ujian tentang kadar cinta kita kepada Allah. Apakah kita bisa move on dan melanjutkan hidup atau tidak. Apakah kita terus melangkah sampai ajal tiba dengan terus mencintai Allah apa tidak. Mereka yang gagal move on akan menyesal. Menyesal karena tidak bahagia hidup di dunia dan akhirat. "Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)" (Qs. 2 ayat 165).

Itulah sebabnya jika kita kehilangan sesuatu Allah memerintahkan kita untuk mengucapkan dengan lapang dada kalimat "Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un" (Sesungguhnya segala sesuatu milik Allah dan akan kembali kepada Allah) sebagai tanda ketaklukan kita, cinta hanya kepada Allah semata.

Mereka yang lulus ujian cinta ini akan dikasihi Allah dan menjadi kekasih Allah. Sebaliknya, mereka yg tidak lulus ujian ini akan membuat Allah cemburu dan akan diuji lagi dengan lebih keras sampai ia menyerah pasrah dan mengakui bahwa ALLAH satu-satunya puncak cintanya.

Sesungguhnya setiap kita pasti mempunyai "ismail-ismail" yang akan diuji oleh Allah swt seperti Nabi Ibrahim as juga diuji. Jika gagal dalam ujian cinta ini, maka terjadilah tragedi cinta seperti kisah roman "Romeo and Juliet". Atau seperti kisah cinta seorang wanita yang bersumpah tidak akan menikah seumur hidup karena gagal menikah dengan pria yang dicintainya. Mereka rela menghancurkan diri sendiri demi cinta yang tidak proporsional alias bodoh. Bukankah ini tepat disebut tragedi cinta?

Ujian cinta untuk rela mengorbankan "ismail" dalam diri kita adalah untuk kebahagiaan kita sendiri. Sebab Allah, yang memiliki hati, tentu tahu bagaimana caranya membuat manusia bahagia, yakni ketika manusia tsb tenggelam dalam cinta kepada Allah swt semata. "Ketahuilah hanya dengan mengingat Allah maka hatimu menjadi tenang (bahagia)" (Qs. 13 : 28).

Sayang....sebagian manusia malah memilih jalan tragedi cinta, karena tidak mau mengorbankan "ismail" dalam dirinya.

*Dari fanpage satria hadi lubis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar