Senin, 30 Mei 2022

KHILAFIYAH, BUKAN INTOLERAN

 

By. Satria hadi lubis 


Khilafiyah adalah perbedaan pendapat di antara para ulama tentang hukum sesuatu di dalam Islam.


Khilafiyah adalah toleransi antar umat Islam. Silakan mempraktekkan yang mana saja asalkan ada dalilnya (fatwanya).


Praktek khilafiyah jangan dianggap sebagai intoleran. Sebab intoleran berarti menolak atau menghalangi praktek dari keyakinan yang berbeda dengan dirinya.

Khilafiyah tidak begitu.


Jadi memakai celana cingkrang atau tidak itu bukan intoleran, apalagi ciri radikal. Itu perkara khilafiyah.


Begitu pula pemakaian cadar atau tidak..

Berjenggot (lebat) atau tidak...

Mengucapkan selamat natal atau tidak...

Bersalaman dengan lawan jenis atau tidak...

Sholat di mesjid awal waktu atau tidak...

Itu semua perkara khilafiyah, bukan perkara intoleran, apalagi radikal. 


Jika ada muslim yang meninggalkan rapat tanpa izin ketika azan berkumandang untuk sholat maka itu bukan ciri radikal. Tapi ciri muslim yang tak tahu sopan santun. Jadi yang harus diperbaiki bukan pemahaman agamanya, tapi sopan santunnya agar minta izin ketika meninggalkan rapat.


Sebuah kebodohan yang dungu apabila seseorang mencurigai masalah khilafiyah sebagai ciri intoleransi. Apalagi radikal.


Mengapa bodoh? Karena ia tak tahu perbedaan antara khilafiyah dan intoleransi.


Mengapa dungu? Karena ia justru menjadi intoleran disebabkan menolak orang yang berbeda dengan dirinya. Bukankah hal itu menyalahi prinsip bhineka tunggal ika dan hak azasi manusia?


Itulah gunanya kita belajar agama agar pandangan menjadi luas dan bisa menerima keragaman dalam khazanah Islam.


Semakin malas belajar agama, semakin mudah kita mencurigai orang lain yang sedang mempraktekkan agamanya dengan baik.


Semakin menjadi Islamophobia...

Yakni, ketakutan terhadap segala sesuatu tentang Islam.


Padahal Islam adalah indah dan penuh kebaikan. Padahal Islam adalah rahmatan lil alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar