By. Satria hadi lubis
BARU SAJA di telpon teman lama. Rasanya senang sekali. Tak pernah dengar kabarnya selama ini, bak hilang ditelan bumi.
Alhamdulillah...akhirnya ketemu juga walau hanya lewat telpon.
Terlampiaskan sudah rasa kangen bertemu dengan teman lama yang pernah bersama dalam dakwah, walau hanya sebentar.
Rasanya lama betul untuk melampiaskan rasa kangen bisa bertemu dengan teman lama setelah puluhan tahun tak bertemu.
Masya Allah....saya jadi kepikiran.
Bagaimana ya... nasib kita kalau sudah meninggal dunia, lalu kita menanti di alam kubur, menunggu selama ribuan tahun (sampai datangnya hari kiamat) untuk bisa melampiaskan rasa kangen bertemu kembali dengan orang-orang yang kita sayangi di surga kelak? Entah itu suami/isteri, anak, orang tua, saudara, teman, guru kita, dan yang lainnya.
Sungguh masa penantian yang panjang di alam kubur untuk bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang kita sayangi di akhirat, di surga kelak.
Di akhirat pun kita belum tentu bisa bersama lagi dengan mereka. Sebab semua itu tergantung dari amal masing-masing. Karena yang bisa menikmati "reuni" itu hanya mereka yang masuk surga.
Pertanyaannya, sudah cukupkah bekal amal kita untuk masuk surga, sehingga bisa melampiaskan rasa kangen bertemu kembali dengan orang-orang yang kita sayangi?
Sudah cukupkah bekal amal kita untuk menanti lama di alam kubur sampai datangnya kiamat tanpa kesusahan dan tanpa siksa kubur?
Bisakah kita bahagia dan tanpa kesusahan di alam kubur demi bisa melampiaskan rasa rindu bertemu kembali dengan orang-orang kita sayangi di akhirat, di surga kelak?
Renungkan hadits berikut ini :
"Dulu Utsman bin Affan ra, jika berdiri di kuburan, beliau menangis hingga membasahi jenggot. Maka dikatakan kepada beliau : "Anda jika disebutkan surga dan neraka tidak menangis, tapi kenapa Anda menangis karena kuburan?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda: "Kuburan adalah persinggahan pertama di akhirat. Jika dia selamat darinya, maka apa yang setelahnya lebih mudah darinya. Tapi jika tidak selamat darinya, maka apa yang setelahnya lebih keras daripadanya. Tidaklah aku melihat suatu pemandangan satupun kecuali keadaan kuburan itu lebih mengerikan daripadanya" (HR. At Tirmidzi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar