Bimbingan mental (bintal) di kantor, termasuk di kantor pemerintah, sering dianggap remeh. Kerjaan mereka hanya seremonial dan ritual belaka. Mendampingi pengangkatan sumpah pejabat yg dilantik, mengadakan perayaan hari-hari besar agama dan lomba-lomba serta mengatur khotib jumat di mesjid-mesjid kantor.
Padahal sesuai dgn namanya (bimbingan mental) seharusnya bintal dapat berperan jauh lebih strategis dan penting, yakni turut serta membangun mental (jiwa) para karyawan. Menjadi bagian dari pengembangan SDM, yakni membentuk capacity building berbasis agama.
Dari literatur manajemen yg saya baca, trend kantor zaman now adalah kehidupan seimbang (life balance) para karyawannya. Ini berarti kantor yg tdk melulu mengejar target kerja jangka pendek, tapi juga menjadikan karyawan sebagai investasi jangka panjang. Caranya, menjadikan karyawan memiliki kepribadian tangguh (adversity intellegence), berjiwa gaul dan membaur (emotional intellegence), dan kreatif serta menyukai tantangan (creativity intelligence). Jadi bukan hanya intelektual dan keterampilan teknis saja yg perlu ditingkatkan. Hypercompetetion saat ini membutuhkan karyawan yg lengkap kemampuan hardskills dan softskillsnya. Kalau tidak, kantor atau perusahaan akan mati perlahan-lahan.
Semua kecerdasan yg saya sebutkan di atas berawal dari kecerdasan spritual (spritual intellegence). Sebab kecerdasan spritual inilah basic instinct (dasar karakter) manusia seperti yg banyak telah dibuktikan dalam berbagai penelitian. Jadi sebuah perusahaan/kantor akan mengalami suitanable development (pertumbuhan terus menerus) jika memperhatikan pertumbuhan spritual intelligence karyawannya.
Inilah yg saya lihat ketika mengisi acara Pembinaan Mental Nasional di Dirjen Bea Cukai yg dihadiri oleh ratusan pegawai dan pejabat Bea Cukai seluruh Indonesia. Di kantor yg strategis dan sarat godaan ini, bagian bintalnya berusaha untuk keluar dari pakem bintal pada umumnya. Tidak lagi mengurusi seremonial keagamaan tapi melangkah maju untuk ambil peran dalam capacity building SDM-nya
Didukung oleh pak Dirjen dan pimpinan lainnya, para pegawai bea cukai suka atau tidak suka akan "dipaksa" untuk mengikuti kegiatan long life education (pendidikan jangka panjang) dalam sebuah kegiatan mentoring (mereka menyebutnya micro learning center). Tidak sekedar kegiatan hit and run yg kurang efektif. Yg muslim akan ikut mentoring Islam, yg Kristen, Hindu dan Budha juga begitu. Saya sebut "dipaksa" karena kegiatan ini akan masuk dalam kondite para pegawai. Dan diawasi secara formal dalam kedinasan. Prioritas pertama yg ikut program ini adalah pegawai bea cukai muda (generasi mileneal) yg paling rentan terpapar virus liberalisasi moral.
Ini semua berangkat dari keyakinan para pimpinannya bahwa jika seorang pegawai cerdas secara spritual (taat pada agamanya masing-masing), maka moral hazzard akan jauh berkurang. Baik di tempat kerja, keluarga, maupun kehidupan bermasyarakat. Ujung-ujungnya turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengurangi bahaya radikalisme karena agama dijadikan sebagai cara untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.
Semoga program yg hebat ini bisa berjalan lancar dan sukses di Bea Cukai dan kemudian diikuti oleh seluruh kantor-kantor pemerintahan dan swasta.
Sungguh para pejuang kebaikan harus yakin bahwa barangsiapa semakin dekat kepada Tuhan dan ajaran agamanya maka ia akan semakin bermanfaat bagi orang lain dan lebih bahagia, serta membahagiakan orang lain.
Justru yang merusak negara ini adalah orang-orang yang jauh dari Tuhannya. Tuhan yang telah menciptakan mereka dan memberikan kehidupan kepada mereka.
By. Satria hadi lubis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar